SEJARAH AGAMA BUDDHA

A. KEHIDUPAN SIDDHARTA GAUTAMA SEBELUM MENJADI BUDDHA

Jauh sebelum Siddharta dilahirkan, ada suatu kerajaan yang bernama Kerajaan Sakya. Masyarakatnya banyak yang memeluk agama Hindu. Termasuk orang tua Siddharta juga memeluk agama Hindu. Pada saat itu raja yang berkuasa adalah Suddhodana dan permaisurinya bernama Ratu Maya.
Widyadharma (2003: 4) menerangkan bahwa Raja Suddhodana dan Ratu Maya belum dikaruniai anak meskipun sudah lama menikah. Sampai pada suatu waktu ketika Ratu Maya Umur ± 45 tahun. ketika itu Ratu Maya ikut serta dalam perayaan Asalha. Setelah perayaan usai, Ratu Maya mandi dengan air wangi mengucapkan janji uposatha dan kemudian tidur. Sewaktu tidur, Ratu Maya bermimpi bahwa empat Dewa Agung telah mengangkatnya dan membawa ke Gunungan Himalaya. Dan meletakkannya di bawah pohon Sala di lereng Manoilatala. Kemudian para istri-istri dewa tersebut memandikannya di Danau Anotatta, menggosoknya dengan minya wangi dan kemudian memakaikannya pakaian yang biasa dipakai para dewata. Selanjutnya Ratu dipimpin masuk ke sebuah istana emas dan direbahkan di sebuah dipan yang bagus sekali. Ditempat itulah seekor gajah putih dengan memegang sekuntum bunga teratai dibelalainya memasuki kamar, mengelilingi dipan sebanyak tiga kali dan kemudian masuk ke Perut Ratu Maya dari sebelah kanan.
Ratu menceritakan mimpinya kepada Rata Suddhodana. Lalu Raja Suddhodana memanggil para Brahmana dan menanyakan arti dari mimpi Ratu Maya. Para brahmana tersebut menerangkan bahwa ratu akan mengandung bayi laki-laki yang akan menjadi Ckkavatti (raja dari semua raja) atau seorang Buddha (Widyadharma, 2003: 4).

1. Kelahiran Siddharta Gautama
Widyadharma (2003: 4) member penjelasan sebagai berikut: Siddharta Gautama dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman Lumbini (sekarang Rumminde di Pejwar, Nepal), saat Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya angat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, tempat yang dipijakinya tumbuh bunga teratai. Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan pasti meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:
1. Orang tua
2. Orang sakit,
3. Orang mati,
4. Seorang pertapa.

2. Melihat Pantangan Empat Peristiwa
Pangeran merasa tidak nyaman di istana terus, seperti tawaran perang yang tidak pernah keluar dan bebas. Sehingga pada suatu ketika, Siddharta meminta izin ke Raja Suddhodana dengan alasan ingin melihat penduduk yang akan dia perintah setelah menjadi raja. Dengan alasan  yang wajar itu, raja memperbolehkan Siddharta jalan-jalan tapi menunggu persiapan yang sudah disediakan oleh sang raja.
Seluruh isi kota dihias untuk menyambut kedatangan sang Pangeran. Pangeranpun berangkat melihat-lihat seluruh isi kota. Dan pada waktu pangeran Siddharta melihat orang tua keluar dari gubuk kecil. Pangeran kaget dengan keanehan yang belum pernah dilihatnya.  Rambut orang tua tersebut panjang dan sudah memutih semua. Kulit mukanya keriput, giginya ompong dan pakaiannya sangat kotor dan badannya kurus kering.
Pangeran bertanya kepada Channa (Kusir Pangeran Siddharta), “apakah itu Channa?” Channa menjelaskan kepada pangeran bahwa yang dilihatnya itu adalah orang tua, dan semua manusia kelak akan menjadi seperti orang yang dilihat sang pangeran. Pangeran Siddharta memutuskan kembali ke istana setelah melihat orang tua di gubuk kecil tadi dengan perasaan sedih dan penuh dengan rasa penasaran(Widyadharma, 2003: 14).
Setelah beberapa hari berlalu Pangeran Siddharta meminta izin berjalan-jalan lagi. Kali ini serasa berbeda tak ada sambutan yang meriah dari penduduk setempat. Pangeran melihat-lihat penduduknya yang sibuk dengan pekerjaannya, sepertinya senang dan sangat menikmati pekerjaannya. Tetapi pangan juga melihat orang yang merintih-rintih dan bergulingan ditanah dengan kedua tangan yang berpegang pada perutnya. Pangeran Siddharta bertnya lagi kepada Channa. Channa pun akhirnya menjelaskan bahwa yang dilihatnya adalah orang sakit. Hati pangeran jadi sedih lagi melihat orang yang sakit merintih-rintih dan kelihatannya sangat menderita (Widyadharma, 2003: 17).
Hari-hari berikutnya disaat pangeran berjalan-jalan. Pangeran melihat orang mati. Pangeran merenung sepanjang hari dikamarnya. Memikirkan apakah ada solusinya. Pangeran bertanya pada dirinya sendiri. Apakah tua, sakit, dan mati bisa dihentikan?.
Pada saat pangeran berjalan-jalan yang keempat kalinya. Di sebuah taman Pangeran Siddharta bertemu seorang pertapa berbaju kuning membawa mangkuk menghampirinya. Pertapa itu berkata “Pangeran yang mulia, aku ini seorang pertapa. Aku menjauhkan diri dari keduniawian, meninggalkan sanak keluarga untuk mencari obat agar orang tidak menjadi tua, sakit dan mati. Mangkuk ini aku bawa mengharapkan makanan dari mereka yang berbelas kasih.selain itu, aku tidak ingin hal-hal dan barang duniawi.” Pangeran bertanya “dimanakah obat itu dapat dicari?.” Pertapa itu menjawab “aku mencarinya dalam ketenangan dan kesunyian di hutan-hutan lebat, jauh dari gangguan dan keramaian” (Widyadharma, 2003: 19-20).
Pangeran gembira sekali karena sudah menemukan solusi permasalahan yang direnungkannya. Yaitu solusi agar tidak tua, sakit dan mati. Dan berkata dalam hati “aku harus menjadi pertapa seperti itu.”
B. SEJARAH MUNCULNYA AGAMA BUDDHA YANG DIAJARKAN OLEH SIDDHARTA GAUTAMA
Pada saat istinya yang bernama Yasodhara melahirkan dan di istana diadakan pesta untuk menyambut kelahiran cucu sang Raja Suddhodana, Siddharta memohan izin untuk mencari obat terhadap usia tua, sakit dan mati. Raja tidak mengijinkan Pangeran pergi dari istana. Karena tidak diijinkan pangeran Siddharta meminta delapan anugerah. Anugerah tersebut antara lain:
1.      Anugerah supaya tidak menjadi tua.
2.      Anugerah supaya tidak sakit.
3.      Anugerah supaya tidak mati.
4.      Anugerah supaya ayah tetap bersamaku.
5.      Anugerah supaya semua wanita yang ada di Istana bersama dengan kerabat-kerabat lain tetap hidup.
6.      Anugerah supaya kerajaan ini tidak berubah dan tetap seperti sekarang.
7.      Anugerah supaya mereka yang pernah lahir pada pesta kelahiranku dapat memadamkan nafsu keinginannya.
8.      Anugerah supaya aku dapat mengakhiri kelahiran, usia tua, dan mati.
Raja tidak mampu mengabulkan delapan anugerah yang diminta Pangeran Siddharta karena hal itu berada diluar kemampuannya. Meski begutu raja tetap tidak member ijin pangeran pergi.
Pada malam itu Pangeran Siddharta pergi dari istana dibantu oleh Channa. Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapa Bhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan Sempurna. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.
Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:
Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu
Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."

C. PENYEBARAN AJARAN BUDDHA

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang antara lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata ('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang mendampingi Beliau di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Beliau menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia" (http://id.wikipedia.org /wiki/Siddhartha_Gautama).
Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai Parinibbana.
Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di antara dua pohon sala di Kusinagara, memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana



DAFTAR RUJUKAN

Widyadharma, Maha Pandita Sumedha. 2003. Riwayat Hidup Buddha Gotama. Malang: Club Penyebar Dhamma.
(http://kolom-biografi.blogspot.com /2009/01/biografi-sang-budha.html diunduh pada tanggal 16 September Jam 15.23 WIB)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Siddhartha_Gautama diunduh pada tanggal 16 September Jam 15.50 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages