A.
Latar
Belakang Geografis Terbentuknya Peradaban Mohenjo Daro-Harappa
Daerah Lembah Sungai Indus terletak di barat laut India.
Sungai Indus berasal dari mata air di Tibet, mengalir melalui Pegunungan
Himalaya. Setelah menyatu dengan beberapa aliran sungai yang lain, akhirnya
bermuara ke Laut Arab. Panjang Sungai Indus kurang lebih 2900 kilometer.
Apabila Anda memperhatikan Sungai Indus pada peta dewasa ini, maka sungai
tersebut mengaliri tiga wilayah yaitu Kashmir, India, dan Pakistan. Sisa
peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan peninggalannya di dua kota, yaitu Mohenjo
Daro dan Harappa. Penghuninya dikenal dengan suku bangsa Dravida dengan
ciri-ciri tubuh pendek, hidung pesek, rambut keriting hitam, dan kulit berwarna
hitam.
Penemuan arkeologis di Mohenjo Daro-Harappa mulai
terjadi ketika para pekerja sedang memasang rel kereta api dari Karachi ke
Punjab pada pertengahan abad ke-19. Pada waktu itu, ditemukan benda-benda kuno
yang sangat menarik perhatian Jenderal Cunningham, yang kemudian
diangkat sebagai Direktur Jendral Arkeologi di India. Sejak saat itu, maka
dimulailah penggalian-penggalian secara lebih intensif di daerah Mohenjo Daro-
Harappa.
Berdasarkan
penggalian arkeologis di Mohenjo Daro dan Harappa, dapat dibuktikan bahwa ±
5000 tahun yang lalu muncul komunitas beradab di wilayah Punjab dan Sind.
Peradaban Mohenjo Daro dan Harappa berasal dari periode yang sama dengan
peradaban lembah Sungai Nil di Mesir dan peradaban lembah Sungai Eufrat-Tigris
di Mesopotamia. Kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa ialah kebudayaan penduduk
kota (urban culture) serupa dengan
yang dijumpai di Sumeria, yang berkembang pada waktu yang sama ±3000 SM
(Pringgodigdo, 1977). Daldjoeni (1982: 103) menyatakan bahwa secara geografis,
wilayah yang ditempati peradaban di lembah sungai Indus lebih luas dibandingkan
wilayah peradaban Mesir atau Mesopotamia.
Mohenjo Daro
(bukit kematian) adalah sebuah bukit di Daratan Larkana, Sind. Wilayah ini dan
sekitarnya cukup subur, sehingga dikenal sebagai Nakhlistan (Taman Kota Sind) (Suwarno, 2012: 18). Secara geografis,
Mohenjo Daro terletak di Distrik Larkana sekitar 28 km dari Larkana dan 107 km
dari Sukkur. 27
19‘ 30.36“ Bujur Utara dan 68
08‘ 08.77” Bujur Timur. Harappa ialah
sebuah kota di Punjab, timur laut Pakistan sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota
ini terletak di bantaran bekas Sungai Ravi (Lihat peta 1.2). Munculnya
peradaban Harappa lebih awal dibanding kitab Veda, saat itu bangsa Arya belum
sampai India. Waktunya adalah tahun 2500 sebelum masehi, bangsa Troya
mendirikan kota Harappa dan Mohenjondaro serta kota megah lainnya di daerah
aliran sungai India. Kota modernnya terletak di sebelah kota kuno ini, yang
dihuni antara tahun 3300 hingga 1600 SM. Di kota ini banyak ditemukan relik
dari masa budaya Indus, yang juga terkenal sebagai budaya Harappa.
Awal abad ke-20, arkeolog Inggris Sir John H
Marshall mengekskavasi kota kuno Mohenjondaro dan Harappa. Hasilnya tingkat
kesibukan dan keramaian kedua kota tersebut membuat Marshall terkejut. Ini
adalah bekas ibukota dua negara merdeka pada jaman peradaban sungai India
antara tahun 2350-1750 sebelum masehi, penelitian lebih lanjut menghasilkan
perhitungan, dua kota masing-masing terdapat sekitar 30 hingga 40 ribu
penduduk, lebih banyak dibanding penduduk kota London yang paling besar pada
abad pertengahan.
B.
Gambaran
Umum mengenai Kebudayaan yang Berkembang di Mohenjo Daro-Harappa
Berdasarkan penggalian arkeologis di Mohenjo Daro
dan Harappa, ditemukan puing-puing kota besar (big city) yang diduga dibangun beberapa kali. Dijumpai bangunan
atau gedung tempat tinggal dari ukuran terkecil (berisi dua kamar) hingga
gedung mewah di kanan-kiri jalan yang luas dan lurus. Gedung-gedung itu dibuat
dari bata. Gedung-gedung besar punya dua atau lebih loteng, dilengkapi dengan
lantai ubin dan halaman, pintu, jendela dan tangga-tangga sempit. Hampir semua
gedung itu mempunyai sumur, pipa saluran dan kamar mandi. Setiap rumah
mempunyai pintu dan jendela yang menghadap ke jalan. Rumah-rumah itu mempunyai
loteng dan beratap datar (Lihat gambar 2.1). Terdapat bangunan-bangunan besar
yang diduga merupakan istana, kuil dan gedung kota praja (Suwarno, 2012: 18).
Mohenjo Daro merupakan kota dengan tata letak yang baik,
jalannya lebar sampai 10 m dan membujur hingga sejauh 2 km. Semacam trotoir
selebar ½ m mengapit kanan kiri jalan. Jalan-jalan itu membujur membentuk sudut
siku-siku ke utara selatan dan ke timur barat (Su’ud, 1988: 38). Bangunan yang mengesankan ialah kolam besar (big bath) berupa alun-alun segi empat yang luas dengan serambi dan
ruanganruangan di semua sisi (Suwarno, 2012: 19). Terdapat kolam renang yang
dikelilingi pagar di bagian tengahnya. Air disalurkan melalui pipa-pipa besar.
Panjang kolam 180 kaki (55 m), lebar 108 kaki (33 m) dan dinding luarnya memiliki
ketebalan 8 kaki (2m) (Lihat gambar 2.3). Jalan-jalan kota besar itu luas dan
lurus, dilengkapi dengan sisitem saluran pembuangan air.
Di puncak
kejayaannya, Mohenjo Daro dihuni oleh sekitar 40.000 orang. Jaringan jalan di
perumahan, rumah dari bata standar, dan sistem saluran air canggih yang
mengalir ke parit utama, dapat dilihat dari “benteng pengawas” yang merupakan
pusat keagamaan dan upacara. Barang dagangan dikirim hingga Mesopotamia (Adams,
2008: 40). Penduduk Mohenjo Daro membangun sistem drainase pertama di dunia. Rumah-rumah
memiliki kamar mandi dan toilet. Air dan limbah mengalir
keluar melalui pipa-pipa menuju selokan di bawah jalanan. Lubang berpenutup
ditempatkan di sepanjang selokan dengan interval tertentu sehingga dinas
kebersihan kotamadya bisa memanjat turun membersihkan kotoran. Limbah dibuang di
tempat pembuangan di luar kota. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa peradaban Mohenjo Daro dan Harappa memiliki kebudayaan yang tinggi dan
modern.
Puing-puing
menunjukkan Harappa merupakan sebuah kota yang mempunyai rancangan bangunan
disekeliling ruang lingkup tertentu, kurang lebih menggunakan bahan yang sama,
segalanya sangat teratur, bahwa pada tahun 3000 sebelum masehi, orang-orang
membangun kota dengan skala yang sedemikian, memperlihatkan tingginya peradaban
mereka (Lihat gambar 2.5). Kedua kota ini hilang pada tahun 1750 sebelum
masehi, kira-kira dalam waktu 1000 tahun kebelakang, didaerah aliran sungai
India tidak pernah ada lagi kota yang demikian megahnya, namun pada 500 tahun
lampau, ketika bangsa Arya datang menginvasi, kebudayaan Harappa sudah merosot.
Kota Harappa memiliki lay-out kota yang sangat
canggih. Benda-benda peninggalan juga banyak ditemukan di kota tersebut seperti
arca, patung (terra cotta) yang diukir seperti bentuk wanita telanjang dengan
dada terbuka (bermakna bahwa ibu merupaka sumber kehidupan) alat dapur dari
tanah liat, periuk belanga, pembakaran dari batu keras, dan sebuah patung pohon
disamping dewa (gambaran kesucian pohon bodhi tempat Sidharta menerima wahyu).
Arca-arca yang ditemukan melukiskan lembu yang menyerang harimau dan lembu yang
bertanduk sebagai gambaran bahwa mereka sangat mensucikan binatang. Hal ini
tampak ketika masyarakat India mensucikan sapi sampai sekarang.
Patung “gadis menari” atau dikenal juga dengan dewi
Ibu yang ditemukan di Mohenjo-daro adalah sebuah artefak yang berusia sekitar
4500 tahun. Patung perunggu dengan panjang 10.8 cm ini ditemukan di sebuah
rumah di Mohenjo-daro pada tahun 1926. Sebuah patung lelaki duduk dengan tinggi
17.5 cm yang bergelar “Raja Pendeta” (walaupun tiada bukti pendeta atau raja
memerintah kota ini), adalah satu lagi artefak yang menjadi lambang peradaban
lembah Indus. Patung ini ditemukan oleh para arkeolog di Kota Hilir
Mohenjo-daro pada tahun 1927. Patung tersebut ditemukan di sebuah rumah yang
arsitektur batanya berhias dan berceruk dinding, terlantar di antara dinding
dasar bata yang pernah menampung tingkat rumah. Patung berjanggut ini memakai
pita rambut, lilitan lengan, dan mantel berhias pola trefoil yang
aslinya berisi pigmen merah.
Lebih dari 500 materai telah ditemukan, terbuat dari
lempangan tanah liat yang dibakar dan ukurannya kecil. Beberapa materai berisi
gambar binatang, atau tulisan piktoral yang belum dapat diuraikan (Suwarno,
2012: 20) (Lihat gambar 2.7). peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan
bahwa peradaban Lembah Sungai Indus merupakan peradaban dengan kebudayaan yang
telah maju, bahkan melebihi kebudayaan lain pada saat itu. Kebudayaan tersebut
tercermin dari kemampuan bangsa pendukungnya dalam membuat benda-benda yang
bernilai seni tinggi. Benda-benda tersebut menunjukkan suatu kelebihan
tersendiri dan dari situlah kita dapat merekonstruksi sejarah pada masa lalu di
Lembah Sungai Indus.
Dari hasil penelitian lebih lanjut, diketahui kedua
kota kuno tersebut dibagi dua bagian, yaitu kota pemerintahan dan kota
administratif. Kota administratif adalah daerah permukiman, tempat tinggal yang
padat dan jalan raya yang silang menyilang, kedua sisi jalan banyak sekali toko
serta pembuatan barang-barang tembikar. Sementara kota pemerintahan adalah
wilayah istana kerajaan yang dikelilingi oleh pagar tembok yang tinggi besar
dan menara gedung.
C.
Relevansi
Letak Geografis Sungai Indus terhadap Perkembangan Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Mohenjo Daro-Harappa.
Lembah Indus adalah lahan yang subur yang tanahnya merupakan tanah
alluvial dari sungai Indus sehingga cocok untuk bercocok tanam dan pertanian.
Tidak heran, benih-benih kebudayaan tumbuh dan berkembang di sini. Banyak
titik-titik peradaban muncul di sepanjang sungai Indus. Biasanya titik-titik
ini adalah sebuah desa atau lahan subur yang berkembang di sepanjang aliran
sungai Indus. Beberapa titik-titik dari kebudayaan di lembah Indus ini antara
lain : Harappa, Mohenjo-Daro, Chanhu-Daro, Lothal, Kalibangan, dan sebagainya.
Titik-titik ini dipercaya sebagai tempat tumbuhnya kebudayaan lembah Indus,
karena ditemukannya bukti seperti bekas pemakaman, perdagangan, pertanian, seni
dan kerajian, dan sebagainya (Wheeler : 1950). Pusat peradaban masa lampau di
lembah sungai ini yang terbesar salah satunya adalah sisa reruntuhan kota Mohenjo
Daro karena terdapat susunan bangunan yang rapi dan indah.
Bagian selatan sungai berada dalam wilayah negara India; sedangkan
wilayah utara (wilayah Punjab) dan timur laut berada dalam wilayah Pakistan dan
Cina. Sungai Indus atau juga dikenal dengan nama sungai Sindhu merupakan tempat
tumbuh dan berkembangnya peradaban yang dikenal dengan nama peradaban lembah
Indus, atau peradaban Mohenjo-Daro dan Harappa (diambil dari mana situs kota
kuno di aliran sungai Indus). Sungai Indus memiliki panjang ± 3.180 km dan bermuara
diteluk Arab di wilayah selatan (Wikipedia.org : 2011). Peradaban dan
kebudayaan lembah Indus yang dimaksud di sini adalah peradaban yang tumbuh dan
berkembang di sepanjang aliran sungai Indus, terutama pada titik-titik tempat
lahirnya desa-desa yang kemudian berkembang menjadi pusat kebudayaan seperti
Mohenjo-Daro yang telah dijelaskan sebelumnya. Kemunculan awal dari peradaban
ini belum diketahui pasti. Duiker & Spielvogel (2010) memberikan angka 6500
atau7000 SM. Sementara itu McIntosh (2008) memberikan angka 7000-4300 SM.
Namun yang jelas, mereka sepakat bahwa benih-benih peradaban muncul pertama kali dalam bentuk desa pertanian awal yang tumbuh di sepanjang lahan alluvial di sungai Indus. Lembah sungai Indus menjadi pusat kebudayaan dan peradaban pada sekitar 2800 SM. Pusat kebudayaan yang paling maju salah satunya adalah Mohenjo-Daro (yang secara harafiah berarti “tanah orang mati”; nama ini diberikan oleh para arkeolog yang melakukan penggalian ditempat ini pertama kali) terletak di hilir sungai Indus. Manusia pembawa kebudayaan lembah Indus adalah bangsa Dravida yang memiliki ciri-ciri tubuh pendek dan berkulit hitam. Kebudayaan Indus berkembang berabad-abad lamanya, lalu mengalami kebangkitan sekitar tahun 3000 SM. Pemukiman Peradaban Indus tersebar sejauh pantai Laut Arab di Gujarat di selatan, perbatasan Iran di barat, dengan kota perbatasan di Bactria. Di antara permukiman-permukiman itu, pusat kota utama berada di Harappa dan Mohenjo-daro, dan juga Lothal. Puing-puing Mohenjo-daro adalah salah satu pusat utama dalam masyarakat kuno ini. Beberapa arkeolog berpendapat bahwa Peradaban Indus mencapai jumlah lima juta penduduk pada puncaknya.
Namun yang jelas, mereka sepakat bahwa benih-benih peradaban muncul pertama kali dalam bentuk desa pertanian awal yang tumbuh di sepanjang lahan alluvial di sungai Indus. Lembah sungai Indus menjadi pusat kebudayaan dan peradaban pada sekitar 2800 SM. Pusat kebudayaan yang paling maju salah satunya adalah Mohenjo-Daro (yang secara harafiah berarti “tanah orang mati”; nama ini diberikan oleh para arkeolog yang melakukan penggalian ditempat ini pertama kali) terletak di hilir sungai Indus. Manusia pembawa kebudayaan lembah Indus adalah bangsa Dravida yang memiliki ciri-ciri tubuh pendek dan berkulit hitam. Kebudayaan Indus berkembang berabad-abad lamanya, lalu mengalami kebangkitan sekitar tahun 3000 SM. Pemukiman Peradaban Indus tersebar sejauh pantai Laut Arab di Gujarat di selatan, perbatasan Iran di barat, dengan kota perbatasan di Bactria. Di antara permukiman-permukiman itu, pusat kota utama berada di Harappa dan Mohenjo-daro, dan juga Lothal. Puing-puing Mohenjo-daro adalah salah satu pusat utama dalam masyarakat kuno ini. Beberapa arkeolog berpendapat bahwa Peradaban Indus mencapai jumlah lima juta penduduk pada puncaknya.
D.
Hal-hal
yang Menyebabkan Runtuhnya Peradaban Mohenjo Daro dan Harappa Ditinjau dari
Letak Geografisnya
Kebudayaan
lembah sungai Indus berangsur-angsur pudar lambat-laun menghilang pada sekitar
1800 SM. Para ahli memperkirakan bahwa kedatangan bangsa Arya dari celah-celah
pegunungan di sebelah utara yang menyebabkan punahnya peradaban ini. Namun ada
beberapa ahli yang mengatakan bahwa bencana alam seperti banjir besar atau
pergantian iklim yang menyebabkan masyarakat lembah Indus punah (Duiker &
Spielvogel : 2010).
Kota ini
adalah salah satu permukiman kota pertama di dunia, bersamaan dengan peradaban
Mesir Kuno, Mesopotamia, dan Yunani Kuno.. Arti dari Mohenjo-daro adalah
"bukit orang mati". Seringkali kota tua ini disebut dengan
"Metropolis Kuno di Lembah Indus". Tata kota yang terencana, berupa
blok-blok paralel yang saling berhubungan, sistem drainase.
yang baik, menara-menara pertahanan di pinggiran kota, citadel (pusat kota),
pemandian umum, dan sebagainya (Lihat gambar 4.1). Dinding-dinding rumah dan
kota dibuat dari bata yang dibakar Lihat Gambar 4.2). Hal ini dibuat sebagai
pertahanan terhadap banjir (Gates : 2003). Masyarakatnya menggantungkan diri
pada pertanian dan bergantung pada tanah alluvial yang dibawa oleh arus sungai
Indus selama musim banjir. Selain bergantung pada pertanian, masyarakat lembah
sungai Indus juga beternak hewan ternak dan juga binatang lainnya di padang
rumput yang terletak di wilayah delta sungai Indus (McIntosh : 2008).
Gambar Arsitektur Kota Mohenjo Daro
Sumber:
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mohenjo-daro)
Mohenjo-daro dibangun sekitar tahun 2600 SM, tetapi dikosongkan sekitar tahun 1500 SM. Pada tahun 1922, kota ini ditemukan kembali
oleh Rakhaldas Bandyopadhyay dari Archaeological Survey of India. Ia dibawa ke sebuah gundukan oleh seorang
biksu Budha yang mempercayai bahwa gundukan tersebut adalah sebuah stupa. Pada 1930-an, penggalian besar-besaran
dilakukan di bawah kepemimpinan John Marshall, K. N. Dikshit, Ernest Mackay, dan lain-lain.
Mobil John Marshall yang digunakan oleh para direktur situs masih berada di
museum Mohenjo-daro sebagai tanda memperingati perjuangan dan dedikasi mereka
terhadap Mohenjo-daro. Penggalian selanjutnya dilakukan oleh Ahmad
Hasan Dani dan Mortimer
Wheeler pada
tahun 1945.
Penggalian besar terakhir di Mohenjo-daro
dipimpin oleh Dr. G. F. Dales pada tahun 1964-65. Setelah itu, kerja penggalian
di situ dilarang karena kerusakan yang dialami oleh struktur-struktur yang
rentan akibat kondisi cuaca. Sejak tahun 1965, hanya proyek penggalian
penyelamatan, pengawasan permukaan, dan konservasi yang diperbolehkan di situ.
Meskipun proyek arkeologi besar dilarang, namun pada 1980-an, tim-tim peninjau
dari Jerman dan Italia yang dipimpin oleh Dr. Michael Jansen dan Dr. Maurizio
Tosi, menggabungkan teknik-teknik seperti dokumentasi arsitektur, tinjauan permukaan,
dan penyelidikan permukaan, untuk menentukan bayangan selanjutnya mengenai
peradaban kuno tersebut.
Pada masanya, Mohenjo-daro merupakan salah satu
pusat administratif Peradaban Lembah
Indus kuno.
Pada puncak kejayaannya, Mohenjo-daro adalah kota yang paling terbangun dan
maju di Asia
Selatan, dan
mungkin juga di dunia. Perencanaan dan tekniknya menunjukkan kepentingan kota
ini terhadap masyarakat lembah Indus.
Dan reruntuhan kota kuno ini tidak lepas dari letak geografisnya yang
dekat sungai, walaupun secara ekonomi menguntungkan. Namun di sisi lain, faktor runtuhnya peradaban Mohenjo
Daro menurut Soewarno (2012: 22) adalah kesulitan mengontrol banjir yang datang
tiba-tiba dan penggundulan hutan. Sedangkan menurut Daldjoeni (1988: 103)
kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan ekologis, yang berupa hujan makin
berkurang, hutan-hutan habis ditebang karena kayunya dipakai untuk dapur-dapur
serta hutan itu sendiri untuk pakan ternak. Faktor lain yang juga disebutkan
oleh kedua tokoh tersebut adalah serbuan dari bangsa Arya atau kaum barbar
(yang kurang maju peradabannya) (Lihat gambar 4.3).
Sir Mortimer Wheeler, dalam tulisannya tentang
Mohenjo Daro, meyakini bahwa akhir dari kebudayaan Indus, sekitar 3500 tahun
lalu, terjadi secara dramatis dan penuh kekerasan. Para penyerang yang kejam
dipercaya telah “ menyapu bersih” seluruh penjuru kota sambil membantai
laki-laki, perempuan, dan anak-anak secara acak, seraya meninggalkan
mayat-mayat mereka sampai membusuk di puing-puing reruntuhan yang tidak pernah
dibangun kembali ( Dick-Read, 2008: 27-28).
Gambar 4.3 Peta Migrasi Bangsa Arya
Kesimpulan
Peradaban
Mohenjo Daro dan Harappa merupakan salah satu peradaban penting dalam sejarah
peradaban bangsa-bangsa di dunia. Banyak hal yang menyebabkan peradaban
tersebut menjadi peradaban besar, terutama faktor geografis. Daerah Lembah
Sungai Indus terletak di barat laut India. Sungai Indus berasal dari mata air
di Tibet, mengalir melalui Pegunungan Himalaya. Wilayah yang ditempati
peradaban di lembah sungai Indus lebih luas dibandingkan wilayah peradaban
Mesir atau Mesopotamia.
Kebudayaan Lembah Sungai Indus dapat telihat dari peninggalannya,
seperti barang-barang rumah tangga, materai, patung, dan artefak lainnya.
peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan bahwa peradaban Lembah Sungai
Indus merupakan peradaban dengan kebudayaan yang telah maju, bahkan melebihi
kebudayaan lain pada saat itu. Kebudayaan tersebut tercermin dari kemampuan
bangsa pendukungnya dalam membuat benda-benda yang bernilai seni tinggi.
Benda-benda tersebut menunjukkan suatu kelebihan tersendiri dan dari situlah
kita dapat merekonstruksi sejarah pada masa lalu di Lembah Sungai Indus.
Lembah Indus adalah lahan yang subur yang tanahnya merupakan tanah
alluvial dari sungai Indus sehingga cocok untuk bercocok tanam dan pertanian. Sehingga
kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang di kawasan Lembah Sungai Indus. Kawasan
sepanjang aliran sungai yang subur itulah tempat munculnya titik-titik
peradaban, seperti Mohenjo Daro danHarappa.
Peradaban tersebut pengalami kemunduran kemungkinan
besar disebabkan oleh gangguan ekologis berupa banjir, penggundulan hujan,
gangguan iklim serta faktor eksternal yaitu serangan dari bangsa Arya.
Berdasarkan peninggalan dari peradaban Lembah Sungai Indus, jarang ditemukan
senjata. Sehingga dapat mudah disimpulkan bahwa bangsa pendukung peradaban
tersebut tidak menyukai kekerasan.
DAFTAR RUJUKAN
Adams, S. 2007. Sejarah Dunia. Terjemahan Damaring Tyas Wulandari dan Hilda Kitti.
2008. Jakarta: Erlangga.
Amstrong,
K. 2006. The Great Transformation: Awal
Sejarah Tuhan. Terjemahan Yuliani Liputo. 2007. Bandung: Mizan.
Black, J. 1995. Atlas Sejarah Dunia. Terjemahan Aruminingsih dan Henny Wirawan.
2009. Jakarta: Erlangga.
Daldjoeni. 1982. Geografi Kesejarahan I (Peradaban Dunia). Bandung: Alumni.
Dick-Read,
R. 2005. Penjelajah Bahari: Pengaruh
Peradaban Nusantara di Afrika. Terjemahan Edrijani Azwaldi. 2008. Bandung:
Mizan.
Duiker,
William & Spielvogel, Jackson. 2010. World
History volume I. New York : Cengage Learning.
Gates,
Charles. 2003. Ancient cities – The
Archaeology of Urban Life in The Ancient Near East. London : Routledge.
Pringgodigdo. 1977. Ensiklopedi Umum (volume 2). Yogyakarta: Kanisius.
Sen, T. T. 2010. Cheng Ho: Penyebar Islam dari China ke Nusantara. Terjemahan Abdul
Kadir. 2010. Jakarta: Kompas.
Su’ud, Abu. 1988.
Memahami Sejarah Bangsa-Bangsa Di Asia Selatan. Jakarta : Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan.
Suwarno. 2012. Dinamika Sejarah Asia Selatan. Yogyakarta: Ombak.
Wheeler,
M. 1950. The Indus Civilization.
London : Cambridge University Press.
Wikipedia Indonesia .2011. Mohenjo-Daro, (online), (http://id.wikipedia.org) dikses
pada 30 September 2011.
Wikipedia Indonesia. 2011. Sungai Indus, (online). (http://id.wikipedia.org/wiki/ sungai_indus/ ) diakses pada
30 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar