PEMIKIRAN KARL MARX : MATERIALISME DIALEKTIKA DAN HISTORIS 1818-1883

A.     LATAR BELAKANG MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA KARL MARX
Karl Marx, lahir pada tanggal 5 mei 1818 di kota Trier daerah Rhein, di Prusia Jerman. Karl Marx mewarisi kecerdasan yang luar biasa dari kedua orang tuanya. Ayahya Hendrich Marx dan ibunya Henriette. Keduanya berasal dari Rabbi Yahudi. Kendati demikian Marx besar melalui proses pendidikan sekuler dan kemudian menjadi pengacara ternama dan melangsungkan perkawianan dengan Jenny Von Westphalen seorang aristokrat non Yahudi, dan hidup bersamanya sepanjang hidupnya dan sejak kecil.
Pada usia 6 tahun Karl Marx sekeluarga dibabtis sebagai penganut Protestan pada Gereja Luteran. Upaya ini dilakukan sebagai strategi politik, karena tekanan politik penguasa. Bahwa keinginan ayahnya untuk menjaga pemapanan sosial ekonominya melalui profesional sebagai pengacara. Tapi bagi Karl Marx, proses keberagamaan ayahnya yang lebih dipengaruhi oleh kesadaran politik sangat mengganggu sikap mental atau kesadaran kejiwaan Karl Marx.
Bagi Karl Marx, agama bukanlah merupakan persoalan essensial dalam kehidupan. Anggapan Marx, kepercayaan agama tidak memberikan pengaruh paling penting terhadap perilaku kehidupan manusia, namun sebaliknya justru perkembangan agama di pengaruhi oleh situasi sosial ekonomi manusia.
Setelah Karl Marx baru lulus dari Gymnasium di Trier, ia dipaksa ayahnya untuk masuk sekolah hukum, untuk menjadi notaris. Awalnya Marx mengikuti keinginan ayahnya, akan tetapi, setelah satu semester di Bonn, untuk mengambil kuliah hukum, ia memutuskan untuk pindah ke Berlin dan belajar filsafat. Di sinilah kemudian Marx mengenal pemikiran filsafat politik Hegel. Hegel beranggapan bahwa rasionalitas dan kebebasan merupakan sebuah nilai tertinggi. Hal tersebut tentu dianggap cocok oleh Marx, sebagai kritik terhadap kondisi Prussia yang saat itu mencerabut kebebasan.
Masa kuliah, Karl Marx dipengaruhi Hegelianisme yang masih berjaya, disamping oleh pemberontakan Feuerbach terhadap Hegel menuju materialisme. Ia terjun ke dunia jurnalisme, tetapi Rheinische Zeitung, jurnal yang ia sunting, diboikot oleh pemerintahan lantaran pemikiran radikalinya.
Pada tahun 1841 Marx menyelesaikan studi dengan desertasi doktornya berjudul filsafat epikuros, dan dipromosikan menjadi doktor filsafat. Sebagai seorang mahasiswa, Karl Marx sangat mengagumi pemikiran dari ajaran Hegel. Karl Marx mengkaji secara itensif terhadap pemikiran analisis idealisme Hegel dipengaruhi oleh pengetahuannya mengenai ide-ide pengikut Hegelian yang kritis juga pada Hegel sendiri. Kemudian dalam mengembangkan posisi teoritis dan fillosofisnya sendiri, Marx tetap menggunakan bentuk analisa dialektika, tapi dia menolak idealisme filososfis dan mengganti dengan pendekatan materialistis.
Berdasarkan pemikiran Hegel, yang mengemukakan bahwa ciri khas masyarakat modern adalah adanya perpisahan antara civil society dan Negara, Marx berpendapat bahwa selain agama, tanda keterasingan lain adalah Negara. Menurut Hegel, civil society menuntut pemenuhan kebutuhan secara praktis, sehingga menumbuhkan egoisme. Sedang ego masing-masing individu, yang mengarahkan mereka pada pemenuhan kebutuhan secara sendiri-sendiri, harus diatur oleh sebuah institusi bernama Negara. Karena inilah kemudian Marx berpendapat bahwa negara juga tanda keterasingan manusia dari hakikat sosialnya, karena jika saja manusia tersebut tidak terasing, agar manusia mau bersifat sosial, tidaklah diperlukan Negara. Pada akhirnya Marx berkesimpulan, bahwa masalah inti dari keterasingan adalah keterasingan manusia dari sifatnya yang sosial, emansipasi sebagai manusia. (Bahktiar, 1986:81)
Pemikiran Karl Marx tentang dialektika materialisme dan materialisme historis yang dikembangkan oleh pengikutnya menjadi marxisme banyak berkembang diberbagi Negara. Di Amerika Serikat misalnya, sebagai pusat gerakan demokrasi liberal juga berkembang pemikir-pemikiran ilmiah marxisme, sebagai contoh tidak sedikit para profesor mengembangkan antropologi marxisme, sosiologi marxisme. Dengan ini ajaran Karl Marx yang telah distruktur menjadi ideologi marxis, seakan-akan menjadi paradigma yang cukup dominan di dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial modern.
Karl Marx sebagai ilmuan besar dan filosof besar abad 19, merumuskan tiga teori yang menjadi kerangka dasar bangunan sistem ilmu pengetahuan dan politik. Menurut Sidney Hook dalam Bachtiar halaman 113-114, ada tiga pemikiran besar Karl Marx yang mempengaruhi perkembangan masyarakat.
  1. Materialime Historis (dialektika), sekalipun segala sesuatu dalam masyarakat saling berhubungan dan berbagai hal saling mempengaruhi, kunci atau basis dalam masyarakat adalah cara produksi ekonomi.
  2. Teori perjuangan kelas, yang dikemukakan pada bagian pertama karya Karl Marx, Manifesto Komunis, semua sejarah adalah perjuangan ekonomi. Konflik yang utuma dalam kelas adalah antara kapitalis dan proletar. Sedang ideologi hanya menjadi alat legimitasi kepentingan memiliki modal dan alat-alat produksi (kapitalis).
  3. Teori nilai dan teori nilai lebih, masyarakat kapitalis akan tumbuh terus dan akhirnya akan menimbulkan kesengsaraan masal, sehingga suatu perubahan masyarakat akan terjadi.
Cita-cita Karl Marx untuk menunjukan karir dalam bidang akademis­akademis setalah menyelesaikan desertasi doktornya dengan judul “Filsafat Epikuros” tahun 1841. Namun cita-cita ini mengalami kegagalan, karena Bruno Bauer yang semula menjadi sponsornya dipecat dari jabatan akademisnya. Sebab ia dianggap pelopor dan pemikir yang kritis yang mengembangkan pemikiran yang membahayakan eksistensi agama Kristen.
Kondisi tersebut cukup membingungkan Karl Marx dan akhirnya memutuskan untuk mencari jalan keluar yaitu dengan terjun ke dalam kancah politik. Karl Marx terlihat dalam berbagai kegiatan politik di Paris, dan akhirnya ia terpaksa melarikan diri ke Brussel dan kemudian ke London, dimana ia meninggal, tahun 1883.
B.     KONSEP DAN HAKEKAT PEMIKIRAN KARL MARX
Pemikiran Karl Marx sebenarnya banyak, tapi yang jadi pokok pembahasan hanya pemikiran Karl Marx tentang materialisme dialektis dan materialisme historis.
1.      Materialisme Dialektis
Filsafat Karl Marx harus dilihat dari prespektif pemikiran yang merangkum berbagai hal, baik idealisme sebelum dan sezaman Karl Marx melekatkan paham bahwa dialektika hanya dapat diterapkan di dalam dunia abstrak yaitu pikiran manusia. Karl Marx menyatakan sebaliknya bahwa dialektika hanya dapat diterapkan di dalam dunia abstrak yaitu pemikiran manusia. Karl Marx menyatakan sebaliknya bahwa dialektika terjadinya di dunia nyata atau dunia materi. Karena itu, filsafat Karl Marx disebut dengan “ Materialisme Dialektika” atau lazim diringkas dengan Diamat (dialectical Materialism). (Ramly, 2000:15)
Karl Marx tidak pernah menggunakan materialisme dialektis sebagai penamaan dari filsafatnya. Materialisme Historis adalah bagian dari filsafat Karl Marx yang menurut pandangan filosofis saat ini disebut “Pandangan Materialisme Terhadap Sejahtera atau lebih spesifik dengan nama Pandangan Ekonomi terhadap Sejarah” (economic interpretation of history). Keunikan dari materialisme Karl Marx adalah bahwa ia menentang apa yang disebut  dengan materialisme dualistik yang sangat populer di zamannya sebagaimana sering diungkapkan, materialisme dualistik adalah teori filsafat yang menganggap bahwa realitas terdiri dari substansi yang dapat , dikotomi antara benda dan jiwa. Dia juga menentang materialisme dualistik dan menyebutnya sebagai “vulgar materialisme” seperti kritik yang ia tujukan kepada Feuerbach, sebab filosof ini dianggapnya masih menganut materialisme yang bersifat vulgar walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa Karl Marx sebetulnya mengambil ajaran materialisme dari Feuerbach.
Karl Marx melahirkan konsep baru yaitu dengan menganalisa sistem pemilikan pribadi yang ada di tangan Borjuis di satu pihak dan kelas miskin atau proleter di pihak lain, dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki kepentingan yang saling bertentangan. Dari sisni akan lahir proses pemiskinan kaum buruh di tangan kaum pemilik pekerjaan “orang-istimewa”, pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang tidak perlu memikirkan persoalan hidup yang lain. 
Prespektif dari Marx dimulai dengan suatu pengakuan yang sederhana, bahwa harus ada sistem produksi dan distribusi, agar manusia dapat bertahan dalam hidupnya. Manusia senantiasa memerlukan sandang, pangan, dan seterusnya; akan tetapi, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan itu sendiri. Buktinya adalah mengenai kompleksitas produksi dan distribusi mobil pada masyarakat modern.
Menurut Karl Marx, maka sistem produksi, untuk bagian terbesar ditentukan oleh taraf perkembangan teknologi dari suatu masyarakat. Hal itu menentukan, apakah warga masyarakat akan bekerja sebagai petani atau pabrik-pabrik yang besar. Sistem ekonomi masyarakat akan menentukan, bagaimana hasil-hasil produksi akan didistribusikan dalam masyarakat. Marx berpreferensi, bahwa distribusi dapat terpenuhi sesuai kebutuhan masyarakat. Menurut kapitalisme, maka distribusi dilakukan sesuai dengan kemampuan warga masyarakat untuk membayar. Pada masyarakat pra-industriil hal itu dilakukan sesuai ‘dengan kewajiban-kewajiban kekerabatan, sedangkan pada masyarakat modern sesuai dengan pasaran yang bersifat unipersonal. Walaupun secara analitis sistem-sistem produksi dan distribusi dapat saling dibedakan, akan tetapi secara empiris sistem-sistem itu saling berkaitan. Oleh karena itu, maka pabrik-pabrik besar (produksi), biasanya terkait dengan pasar-pasar yang bersifat unipersonal (distribusi). (Soerjono Soekanto, 1982:181)
Walaupun demikian, kondisi materiil seperti teknologi, hanya merupakan bagian dari produksi. Tenaga kerja masyarakat juga diperlukan dan memasuki hubungan-hubungan sosial sistem produksi sebagai pekerja dan penilik pabrik, buruh tani dan tuan tanah, dan seterusnya. Sepanjang perkembangan sejarah, terdapat perbedaan yang besar dalam aspek kekuasaan. Pihak-pihak yang hanya dapat menjual tenaga kerjanya, berada dalam posisi lebih rendah apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki alat-alat produksi, seperti misalnya, tanah dan modal.
Marx menganggap bahwa struktur dasar dari mayarakat ada di dalam hubungan-hubungan sosial yang menyangkut alat-alat produksi tersebut. Hubungan-hubungan tersebut dianggap sangat fundamentil oleh karena dianggap sebagai faktor penentu bagi bentuk lembaga-lembaga lain, maupun kesadaran warga masyarakat. Marx memberi tekanan pada kekuasaan dan oposisi, sehingga dia menaruh perhatian pada lembaga-lembaga hukum dan politik yang dianggapnya sebagai lembaga-lembaga yang melayani kebutuhan dari pemegang kekuasaan. Oleh karena itu maka pemusatan wewenang yang lemah pada masyarakat feodal, melayani kebutuhan tuan-tuan tanah, oleh karena tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan kekuasaan tanah terhadap buruh tani.
Menurut Marx, maka kekuasaan kapitalistis yang terburuk, adalah penguasaannya terhadap terhadap kesadaran warga masyarakat, maupun kemampuan untuk merusak kesadaran tersebut.  Karakteristik dasar dari manusia adalah suatu kesadaran terhadap keadaan sekelilingnya maupun situasi. Mula-mula kesadaran tadi bersifat agak kasar, yang berwujud tanggapan langsung terhadap lingkungan. Lama-kelamaan manusia mengembangkan teori-teori yang sifatnya lebih abstrak tentang lingkungan dan kenyataan dan seterusnya. Ide-ide yang abstrak tersebut menimbulkan konsepsi-konsepsi yang dipergunakan untuk lebih mempertebal ideologi mengenai eksistensinya. Masalahnya adalah, bahwa hal-hal tersebut dipisahkan dari struktur masyarakat yang riel, yakni hubungan-hubungan sosial yang menyangkut alat-alat produksi. Pada akhirnya hal itu mengakibatkan suatu keterasingan dari manusia dengan dirinya sendiri yang disebabkan oleh ilmu pengetahuan, filsafat, lembaga sosial dan yang sejenis itu. Kesemuannya merupakan suatu gambaran dari pandangan manusia, lingkungannya maupun kehidupannya yang dipisahkan dari struktur dasar sesungguhnya. Oposisi dan konflik merupakan kharakteristik yang sesungguhnya dari struktur itu
Dengan ajaran sosialismenya, Marx menghapus masyarakat kapitalis  dengan merekomandasikan masyarakat komunis. Langkah-langkah atau perjuangan yang diambil Marx untuk menuju masyarakat komunis, sebagaimana yang termaktub dalam Manifesto komunis adalah:
  1. Penghapusan pemilikan tanah dan pemberlakuan semua pajak untuk kepentingan umum;
  2. Pajak pendapatan yang progresif dan dikelompokkan menurut kelas-kelas;
  3. Penghapusan semua hak waris;
  4. Perampasan semua harta milik semua emigrant dan pemborontak;
  5. Sentralisasi kredit ditangan negara melalui Bank Nasional;
  6. Sentralisasi alat-alat komunikasi dan tranportasi ditangan Negara;
  7. Perluasan pabrik-pabrik dan alat produksi yang dimilik Negara: mengolah lahan tidur dan memperbaiki keadaan tanah menurut rencana umum;
  8. Kewajiban bagi semua orang untuk bekerja dan pembangunan sarana-sarana industry, khususnya untuk pertanian;
  9. Penggabungan pertanian dan industry, penghapusan secara bertahap perbedaan antara kota dan desa melalui penyebaran penduduk yang lebih seimbang kedesa; dan
  10. Pendidikan gratis bagi semua anak di sekolah-sekolah umum dan penghapusan pekerja anak yang ada sekarang.
Reformasi sosial ala Karl Marx tersebut kemudian menjadi bagian dari praktik demokrasi, seperti pajak pendapatan yang dikelompokkan dan pendidikan umum yag diterapkan dinegara-negara demokratis  dengan cara yang damai. (Muzakir, 2011)
2.      Materialisme Historis
·        Tafsiran Sejarah dari aspek ekonomi
Dalam materialisme Historis diungkapkan bahwa manusia hanya dapat dipahami selama ia di tempatkan dalam konteks sejarah. Manusia pada hakekatnya adalah insan yang bersejarah. Selanjutnya bila diandaikan bahwa sejarah terpatri dalam peristiwa-peristiwa masyarakat, maka seyogyanya pada saat sama sejarah juga diletakkan dalam keterkaitannya dalam masyarakat. Manusia sebagai pemangku sejarah tidak lain hanyalah keseluruhan relasi-relasi masyarakat (Ramly, 2004: 129).
Disekitar abad ke -18 dan awal abad ke-19, Marx mendapatkan dirinya dalam lingkungan semangat romantisme yang berkembang di Eropa. Romantisme adalah gerakan yang mencitakan kembalinya masyarakat harmoni dalan keselarasan sempurna, sekaligus menginginkan suatu keadaan dimana individu dan masyarakat atau individu dan dirinya sendiri kembali menyatu tanpa tangan penengah.
Karl Marx justru membebaskan diri dari lingkungan lingkungan nostalgia yang berusaha menghidupkan gambaran ideal masa depan untuk mencapai persatuan sosial. Dan karena pada saat itu mulai dicanangkan sebagai abad kebangkitan revolusi industri di Eropa, maka Marx menyutujui agar segenap kemajuan teknologi dipahami sebagai penopang sebagai kemajuan industri. Marx menolak romantisme dengan membuat gagasan tandingan yang disebutnya Promethian-Faustian. Gagasan ini merupakan pinjaman dari tulisan Johan Wofgang Goethe (1749-1832) dan adaptasi sebuah drama Yunani kuno yang ditulis oleh Aischulos. Marx membicarakan dampak sosial agama terhadap sejarah perkembangan (ekonomi) masyarakat dalam disertasi doktornya di Universitas Jena (Ramly, 2004: 130).
Kaum Proletar digambarkan sebagai sekumpulan Prometheus, yakni manusia yang ditindas tapi akan menguasai masa depan. Sedangkan faust adalah simbol manusia yang tidak pernah puas dalam berusaha mencari kebenaran. Perlambang yang diambil dari Promethianisme-Faustianisme adalah syarat mencapai kebahagiaan tidak boleh tidak tidak diperlukan kesediaan individu menderita, meskipun individu-individu dimaksud berasal dari kelompok mayoritas. Ide ini pada saatnya digambarkan dalam formulasi kapitalis borjuis berhadapan langsung dengan kaum proletat. Pada titik inilah Marx mencuatkan tafsiran sejarah ekonomi yang deterministis (Ramly, 2004: 130-131).
Sebelum Marx sumber penggerak dari seluruh kejadian adalah berlakunya kejadian Tuhan, lebih ke pendekatan agamis dan salah satu kekurangan pendekatan ini tidak dapat menghindarkan diri dari kenyataan bahwa manusia tidak pernah mengetahui kemauan Tuhan. Penafsiran selanjutnya yaitu penafsiran secara politis, dengan mengatakan bahwa penggerak sejarah adalah kaisar, raja, para ksatria, dan serdadu, pembuat undang-undang serta politisi. Tomas Carlyle adalah orang yang mencetuskan pendekatan dari sudut kepahlawanan, rumusnya yang dikenal adalah sejarah dunia hanyalah biografi orang-orang besar (Ramly, 2004: 132).
Karl Marx menyebutkan bahwa tahap perkembangan sejarah kemanusiaan terdiri dari lima tahap, yaitu:
1.      Mayarakat komunal primitif
2.      Masyarakat perbudakan (slavery)
3.      Masyarakat feodal
4.      Masyarakat kapitalis
5.      Masyarakat sosialis
·        Pertentangan kelas dan nilai lebih
Menurut Marx riwayat dari setiap masyarakat adalah sejarah pertentangan kelas. Sejarah dari setiap masyarakat yang ada sampai sekarang adalah sejarah pertentangan kelas. Orang merdeka atau budak, bangsawan atau jembel, tuan dan pelayan yang ditindas dan yang menindas berada dalam pertentangan yang tajam, mereka melangsungkan yang tidak ada akhirnya (Ramly, 2004: 145-146).
Konsep pertentangan kelas merupakan pokok soal yang diturunkan dari cara produksi dan hubungan produksi yang timpang dalam masyarakat. Adanya pemilikan alat-alat yang sifatnya individual mengandaikan nasip orang banyak dapat ditentukan oleh kelompok kecil. Dibawah kapitalisme diandaikan kekuasaan bebas bagi setiap individu atas hak milik, sementara pada zaman feodal memberi hak istimewa berupa harta, kekuasaan, dan kehormatan pada kaum bangsawan (Ramly, 2004: 146).
·        Revolusi dalam perspektif sosialisme
Marx menulis Manifesto Komunis yang diakhiri dengan kalimat-kalimat agitatif, yang ditujukan kepada kaum buruh, yakni anggota dan simpatisan partai komunis yang didirikannya. Disini Marx tidak dapat menyembunyikan nada revolusioner dari ajarannya. Bahwa kaum komunis tidak perlu lagi menyembunyikan pendapat dan tujuannya. Hendaknya kaum komunis mengumumkan niat mereka untuk merobohkan segenap susunan masyarakat dengan kekerasan (Ramly, 2004: 157-158).
Revolusi yang dilukiskan oleh Karl Marx dapat dijadikan dalam dua tahap. Pertama revolusi yang dipelopori oleh golongan borjuis yang hendak menghancurkan golongan feodal. Kedua revolusi yang dilakukan oleh kelas pekerja dalam upaya meruntuhkan kelas bojuis (Ramly, 2004: 160).
C.     Perbedaan Antara Filsafat Karl Marx dan Hegel
Salah satu ajaran Karl Marx yang amat penting dalam seluruh gagasannya adalah soal keterasingan manusia manusia yang dialaminya dalam kerja. Pandangan Marx tentang pekerjaan antara lain dikemukakan dalam Economic and Philosophical Manuscripts. Masalah keterasingan sudah dibicarakan oleh Hegel dalam bukunya Phenomenology of Mind. Dan gagasan Hegel tentang keterasingan manusia amat mempengaruhi pandangan Marx mengenai hal yang sama (keterasingan manusia).
1.      Kerja dan Keterasingan Menurut Hegel
Bagi Hegel keterasingan atau alienasi adalah kekuatan pendorong dalam perkembangan dialektis, gerakan maju yang mendorong penciptaan dan penemuan diri manusia secara terus-menerus. Menurut Hegel kerja adalah kegiatan manusia dalam rangka merealisasikan hakekat dirinya. Dengan bekerja manusia sedang dalam proses menjadi dirinya sendiri. Pandangan Hegel tentang manusia memberi dasar falsafah pandangan ekonominya bahwa kerja adalah inti dari nilai ekonomis. Disamping itu Hegel juga beranggapan bahwa “menjadi diri sendiri” terlaksana “dalam keterasingan” dalam Louis Dupre, 1968 (Adisusilo, 2005:154).
Hegel mengidentifikasi kedua hal itu karena ia mengandaikan bahwa objek kesadaran semata-mata hanya kesadaran diri yang diobyektifisir. Ini lalu berarti bahwa hubungan apapun dengan suatu obyek bersifat ekstrinsik, keterlibatan dan hubungan manapun dengan dunia luar adalah keterasingan manusia. Sejauh kerja marupakan gerakan “keluar”, kerja itu mengasingkan manusia dari dirinya sendiri dalam Louis Dupre, 123. Dalam hemat Hegel, proses menjadi manusia adalah evolusi dan kesadaran akan obyek menuju kesadaran diri. Hasil terakhir dari perkembangan ini adalah suatu yang rohaniah, tidak obyektif (Adisusilo, 2005:154).

2.      Kerja dan Keterasingan Menurut Marx
Sampai batas tertentu, Marx sependapat dengan Hegel mengenai hal itu. Namun dia tidak setuju kalau kerja itu diidentifikasikan dengan keterasingan (menurut Hegel kerja merupakan keterasingan dan sekaligus realisasi diri sendiri). Menurut Marx keterasingan bukan terletak dalam hubungan manusia dengan alam, melainkan dalam terlepasnya manusia dari alam, dalam hubungan yang tidak manusiawi dengan alam.
Dalam “Economic and Philosophical Manuscripts”, Marx menerangkan bahwa dalam pekerjaannya manusia mengalami empat lapis keterasingannya, yaitu: keterasingan dari hasil kerjanya, keterasingan dari tindakan berproduksi, keterasingan dari sesama manusianya dan, keterasingan dari spesiesnya (jenisnya) dalam Harry Ritter, 1986.
Dalam masyarakat industri yang kapitalis, yang berdasarkan milik pribadi, manusia khususnya kaum buruh hanyalah alat dalam proses produksi. Menurut Marx barang itu adalah obyektifikasi dari kerja. Hasil kerja adalah modal, tetapi justru modal itu menjadi tuan atas buruh dalam Kennth Thompson, 1971). Bentuk kerja semacam itu bukanlah membebaskan, melainkan memperbudak manusia. Semakin benyak dia menghasilkan barang, semakin tidak berharga dirinya. Semakin si buruh menyerahkan dirinya kepada obyek, hidupnya semakin menjadi milik obyek itu, bukan miliknya sendiri. Jadi manusia itu mengalami keterasingan dari hasil kerjanya sendiri (Adisusilo, 2005:155).
Segi kedua adalah keterasingan manusia dari tindakan bekerja dalam berproduksi. Barang produksi hanyalah ringkasan dari kegiatan produksi. Ini berarti bahwa proses produksi merupakan keterasingan yang aktif maksudnya merupakan keterasingan kegiatan manusia dari kegiatan keterasingan dalam Kenneth Thompson, 1971. Yang menjadi unsur keterasingan dari kerja adalah bahwa kerja itu merupakan sesuatu yang dipaksakan kepada buruh sebagai syarat mempertahankan hidupnya. Dan yang celaka lagi bahwa kerja itu bukan jadi milik buruh tetapi kerja itu bagi orang lain (majikan) sehingga dalam kerja buruh tidak memiliki dirinya tetapi dimiliki orang lain dalam Kenneth Thompson, 1971 (Adisusilo, 2005:155).
Dari dua segi diatas dapat ditarik kesimpulan segi ketiga, yaitu keterasingan manusia dari spesiesnya. Kekhususan dan hakekat spesies manusia menurut pengertian Marx adalah mampu menguasai alam, bebas merdeka, kemampuannya terbuka untuk dikembangkan dan bersifat sosial. Apabila kerjanya hanya menjadi sarana memepertahankan hidupnya yang fisik ini, maka hal ini berarti bahwa barang produksi atau alam fisik baginya hanya dihadapi sebagai yang bernilai tukar belaka. Padahal seharunya alam itu berarti banyak baginya, sebagai perlengkapan hidupnya, sebagai obyek ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Tetapi dalam kenyataan manusia terpaksa “menjual” kemampuannya hanya untuk menopang hidupnya. Hal ini memerostkan hidup spesies manusia yang universal itu, menjadi sarana belaka untuk hidup individualnya. Marx berkata bahwa kerja yang terasing mengasingkan hidup spesies dari hidup individual dan membuat hidup individual menjadi abstraksi yang terasiing demi tujuan hidup spesies dalam Kennth Thompson, 1971 (Adisusilo, 2005:156).
Akibat keterasingan manusia dari spesiesnya ini muncullah segi keempat dari keterasingan yaitu keterasingan manusia dari sesamanya. Pertama-tama ini berarti bahwa sesamanya menjadi orang asing yang menjadi saingannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia baik majikan maupun buruh menjadi egoistis, hanya memikirkan dirinya sendiri dalam Magnis Suseno, 1987. yang kedua itu berarti bahwa dalam masyarakat kapitalis manusia menjadi sarana kebutuhan orang lain, hasil kerjanya menjadi milik dan dinikmati oleh orang lain dalam Thompson, 1971 (Adisusilo, 2005:156).
Itulah pandangan Marx tentang keterasingan manusia dari kerjanya dalam masyarakat kapitalis, suatu ketidakberesan dan kontradiksi dalam dunia manusia, yang menjadi sebab setiap gejala proyeksi dari manusia kearah suatu dunia impian. Keterasingan manusia mempunyai dasar empirisnya dalam apa yang dinamakan pembagian kerja. Pembagian kerja mengarah kepada masyarakat berkelas, karena pembagian kerja menentukkan hubungan antar individu dalam soal bahan, alat dan hasil kerja. Oleh karena itu masyarakat seperti itu (kapitalis) harus dirombak dan diganti dengan masyarakat tak berkelas (komunis) (Adisusilo, 2005:156).

D. KESIMPULAN
Di mana tokoh ini mencoba untuk membuat suatu perubahan yang dapat dikatakan menciptakan ke-independenan terhadap kaum buruh.Di mana Karl Marx mencoba untuk membuat pandangan bahwa seharusnya seorang individu dapat bebas mengambil keputusan serta memperoleh keuntungan tanpa harus bergantung pada majikannya. Teori Karl Marx antara lain yaitu : Materialime Historis (dialektika), sekalipun segala sesuatu dalam masyarakat saling berhubungan dan berbagai hal saling mempengaruhi, kunci atau basis dalam masyarakat adalah cara produksi ekonomi.
Teori perjuangan kelas, yang dikemukakan pada bagian pertama karya Karl Marx, Manifesto Komunis, semua sejarah adalah perjuangan ekonomi. Konflik yang utuma dalam kelas adalah antara kapitalis dan proletar. Sedang ideologi hanya menjadi alat legimitasi kepentingan memiliki modal dan alat-alat produksi (kapitalis).Teori nilai dan teori nilai lebih, masyarakat kapitalis akan tumbuh terus dan akhirnya akan menimbulkan kesengsaraan masal, sehingga suatu perubahan masyarakat akan terjadi.
Dalam perjalanannya, kemudian muncul filsafat lain yang sering dijadikan acuan dengan Karl Marx yaitu Hegel. Namun meskipun keduanya sama-sama saling mengkaji tentang kapitalisme, manusia namun keduanya memiliki perbedaan, yaitu Pandangan Marx tentang pekerjaan antara lain dikemukakan dalam Economic and Philosophical Manuscripts. Masalah keterasingan sudah dibicarakan oleh Hegel dalam bukunya Phenomenology of Mind. Dan gagasan Hegel tentang keterasingan manusia amat mempengaruhi pandangan Marx mengenai hal yang sama (keterasingan manusia).


DAFTAR RUJUKAN

Adisusilo, Sutarjo. 2005. Sejarah Pemikiran Barat Dari Yang Klasik Sampai Yang Modern. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Bachtiar, H. J. 1986. Percikan dengan Sidney Hook tentang 4 masalah Filsafat. Jakarta: Jembatan.
Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Marx, Karl. Peta Pemikiran Karl Marx Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis. Yogjakarta: LKIS.
Soekanto, Soerjono. 1982. Teori Sosiologi Tentang Pribadi Dalam Masyarakat. Jakarta Timur:Ghalia Indonesia.
Muzakir. 2011. http://zakiracut.wordpress.com/2011/11/24/marxisme-penggagas-teori-sosial-politik-karl-marx/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages