Taman terbesar dan
terindah yang ada di Malang pada saat itu terletak di pusat kota, berbentuk
bundar dan diapit oleh Balai Kota dan Sekolah HBS/HMS. Taman yang dimaksud
adalah Alun-alun Bunder. Alun-alun Bunder menjadi kebanggaan bagi warga Malang.
Tidak hanya warga Malang yang merasa bangga, orang Belanda pun menganggap
Alun-alun Bunder ini tempat yang indah. Orang belanda menamakan Alun-alun
Bunder ini Jan Pieterzoen Coenplein, nama Gubernur Jenderal yang pernah
menjabat pada zaman VOC (Widodo, 2006:208).
Kawasan alun-alun
bunder merupakan kawasan yang memang dipersiapkan untuk menjadi pusat
pemerintahan Belanda yang jauh dari kaum pribumi. Kawasan ini terdiri dari
taman terbuka berbentuk bundar dan bangunan penting di sekitarnya. Bangunan
seperti halnya kota selalu tumbuh dan berkembang sepanjang waktu. Bangunan yang
dibangun pada masa lampau, sekarang bisa berwujud sebagai monumen. Seperti
diketahui, bahwa monumen bisa bersifat mendorong (propelling), atau menghambat (pathological)
dinamika kota (Handinoto, 1996:26). Begitu pula kawasan alun-alun bunder, dalam
perkembangannya telah berubah dari kawasan khusus masyarakat Belanda menjadi
tugu kemerdekaan dan simbol Kota Malang.
Tugu kemerdekaan yang
dibangun di Kota Malang adalah salah satu simbol penghapusan kawasan khusus
masyarakat Belanda dan menjadi milik Indonesia. Berdasarkan uraian di atas,
penulis akan menyusun makalah berjudul “Monumen Tugu Kemerdekaan Alun-alun
Bunder Kota Malang: Kajian Historis dan Simbolik”. Penyusunan makalah ini
terbagi dalam tiga pembahasan berdasarkan temporal, serta bahasan terakhir
mengenai makna simbolik tugu kemerdekaan. Pada pembahasan pertama ditekankan
pada sejarah kawasan alun-alun bunder sebelum didirikannya tugu kemerdekaan dan
alasan dibangun di kawasan tersebut.
Batasan
temporal pembahasan kedua sejak tahun 1946, yaitu tahun didirikannya hingga
Agresi Militer Belanda II. Alasan memilih batas waktu ini adalah karena pada
AMB II pasukan Belanda meninggalkan Indonesia dan kawasan ini mengalami
kekosongan. Tugu kemerdekaan telah hancur hingga bahkan digunakan oleh partai
komunis. Pembahasan ketiga sejak diresmikan kembali tahun 1953 hingga Orde
baru. Pada masa Orde Baru inilah alun-alun bunder dipagari dengan beton dan
istilah alun-alun diganti dengan taman, meskipun nama alun-alun tetap dikenal
masyarakat hingga saat ini.
A. Latar Belakang dan Tujuan dibangunnya
Monumen Tugu Kemerdekaan
Kota-kota kolonial di
Jawa secara geografis dibagi menjadi kota pesisir dan kota pedalaman. Malang
termasuk dalam kota pedalaman. Letaknya yang cukup tinggi (450 m di atas
permukaan laut) serta sekitarnya yang merupakan daerah perkebunan, membuat kota
ini menjadi sangat strategis dan tumbuh dengan cepat sebagai kota kedua yang
terbesar di Jawa Timur (Handinoto, 1996:4). Kota Malang merupakan daerah yang
strategis. Letak Kota Malang di lembah pegunungan, dikelilingi oleh
gunung-gunung maupun pegunungan merupakan natuurlijke
verdedigingsgordel, yang tidak mudah digoncangkan (Wirjosoedibjo dkk.,
1954:118). Sehingga kawasan Malang digunakan untuk basis pertahanan melawan
Belanda maupun Jepang.
Hingga tahun 1914 Kota Malang
masih merupakan sebuah kota kabupaten, bagian dari Karesidenan Pasuruan. Salah
satu kendala tidak bisa berkembangnya kota-kota pedalaman adalah masalah
prasarana dan komunikasi. Masalah tersebut dapat teratasi dengan dibangunnya
prasarana secara besar-besaran di Jawa termasuk Malang) setelah tahun 1870.
Pembangunan prasarana di Malang terutama adalah dibangunnya rel ketera api
Surabaya-Malang.
Jauh sebelum
dibanggunnya tugu kemerdekaan di alun-alun bunder, kawasan ini sudah
dipersiapkan menjadi pusat pemerintahan di Kota Malang. Keinginan untuk
membentuk citra pusat pemerintahan baru yang bebas dari citra aktivitas pribumi
diwujudkan setelah keluarnya undang-undang desentralisasi (1913) dan Malang
diubah statusnya menjadi gementee pada tahun 1914 (Sari, 2013:17). Langkah
selanjutnya yang diambil oleh Belanda adalah memindahkan pusat pemerintahan
dari alun-alun kota ke kawasan yang saat ini dikenal kawasan tugu, seperti
gambar 1.1. Kawasan tugu merupakan ruang terbuka berbentuk bulan yang saat ini
dikenal dengan nama alun-alun bunder yang dikelilingi bangunan penting seperti balaikota.
Kota Malang pada masa
kolonial tidak lepas dari arsitektur Belanda yang khas. Sejak Malang menjadi
Kotamadya dan mulai dipimpin seorang walikota pada tanggal 1 juli 1919,
kehadiran gedung pemerintahan baru mutlak diperlukan untuk sebagai penunjang
pemerintah Belanda. Alun-alun lama yang berbentuk persegi itu tidak lagi
dianggap sebagai pusat kota karena dipandang masih berbau indisch oleh sebagian besar orang Belanda (Widodo, 2006:208). Sejak
tahun 1900, kalangan Belanda didominasi oleh generasi baru yang datang ke
Hindia Belanda. Golongan tersebut yang berkeinginan mengubah wajah kota seperti
tanah kelahirannya.
Tidak seperti Alun-alun Kota Malang yang amat lekat dengan rakyat Kota Malang, Alun-alun Bunder memiliki kesan amat jauh dari rakyat Kota Malang karena sejak awal dijauhkan dari masyarakat pribumi Kota Malang. Kawasan ini dibangun sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan hunian masyarakat Eropa, golongan masyarakat elit pada waktu itu, yang diberi nama Gouverneur-Generaalbuurt karena jalan-jalannya memakai nama Gubernur Jenderal pada masa Hindia Belanda (Basundoro, 2009:225). Tujuan dibangunnya kawasan ini selain sebagai kawasan hunian elite untuk masyarakat Eropa adalah sebagai pusat pemerintahan yang baru setelah Malang ditetapkan sebagai Gemeente (Basundoro, 2009:225).
Alun-alun Bunder
didesain oleh Karsten dengan konsep Jawa. Namun kawasan Alun-alun Bunder
diperuntukkan untuk orang Eropa. Karena pada saat itu yang menjadi Gubernur
Jenderal P. Coen, jadi Alun-alun Bunder dinamakan J.P. Coen Plein. Tujuannya
yaitu membuat wibawa J.P. Coen memancar di Alun-alun Bunder. Wibawa itu memang
benar-benar muncul sehingga tidak ada satupun aktifitas rakyat pribumi yang
dilangsungkan di alun-alun ini (Basundoro, 2009:215).
Setelah terjadinya
proklamasi kemerdekaan Indonesia, rakyat Malang berhak atas seluruh kawasan di
Kota malang. Maka untuk memperingati kemerdekaan dibangunlah Tugu Kemerdekaan
ditengah-tengah alun-alun Bunder pada tanggal 17 Agustus 1946. Selain itu untuk
mendandakan bahwa daerah Alun-alun Bunder sah menjadi milik rakyat Malang atau
Indonesia.
Tugu
ini dibangun untuk menandai bahwa kota Malang sudah menjadi bagian dari Indonesia.
Serta semua kawasan yang ada di Malang menjadi hak rakyat Malang. Peletakan
batu pertama pembangunan Tugu Kemerdekaan dilakukan pada 17 Agustus 1946,
dihadiri oleh Dul Arwono pejuang pada 10 November di Surabaya yang pada saat
itu telah menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur dan dihadiri pula oleh Residen
Malang Mr. Sunarko (Basundoro, 2009:216).
B. Perkembangan Monumen Tugu
Kemerdekaan sejak 1946 hingga Agresi Militer Belanda II
Peletakan batu pertama
pembangunan Tugu Kemerdekaan dilakukan pada 17 Agustus 1946. Pembangunan Tugu
Kemerdekaan terpaksa dihentikan pada saat mencapai 95 persen karena agresi
militer Belanda pertama yaitu pada tahun 1947. Karena Tugu Kemerdekaan sudah
menjadi simbol yang menjiwai rakyat Malang, Belanda pertama-pertama tidak langsung
menghancurkan tugu ini, melainkan dengan diberi mahkota raja berukuran besar di
puncak tugunya, dan diberi bendera Belanda berkuran besar pula dibawah
mahkotanya. Mahkota raja itu modelnya model Eropa. Tentara Belanda tampaknya
ingin menghadirkan kembali Ratu Juliana di Kota Malang melalui tugu di
Alun-alun Bunder tanpa harus membangun tugu baru. Namun hal itu tidak berhasil
sehingga ada saja perlawanan dari rakyat Malang. Namun usaha yang dilaukan oleh
Belanda mengalami kegagalan, karena tidak ada pergeseran makna terhadap Tugu
kemerdekaan. Tugu Kemerdekaan itu tetap menjadi tugu yang untuk memeringati
hari kemerdekaan Indonesia.
Berdirinya Tugu
kemerdekaan menjadi simbol keperkasaan bagi rakyat Malang. Selama Tugu
Kemerdekaan masih tegak berdiri, rakyat Malang tidak bisa dikalahkan, untuk menghancurkan keperkasaan rakyat Malang
tidak ada cara lain bagi Belanda kecuali menghancurkan Tugu Kemerdekaan. Pada
tanggal 23 Desember 1948 Tugu Kemerdekaan dihancurkan oleh pasukan Belanda.
Peristiwa itu bisa jadi telah menjadi alat yang ampuh untuk mencabuti otot-otot
rakyat Malang. Karena sejak waktu itulah Belanda berhasil menguasai Malang
kembali (Basundoro, 2009:218).Ternyata penghancuran Tugu
Kemerdekaan ini merupakan suatu pembalasan. Karena sebelumnya gedung Balaikota
Malang yang berada di sebelah selatan Alun-alun Bunder hangus dibakar oleh
rakyat malang. Sehingga menjadikan daerah ini seperti daerah tak bertuan.
Kawasan ini menjadi kosong diantara puing-puing gedung yang porak-poranda.
Politik bumi hangus memang banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia
dengan tujuan agar tidak bisa digunakan oleh Belanda.
Menjelang perayaan
ulang tahun Partai Komunis Indonesia 1 Mei 1950, sekelompok orang dari partai
ini membuat patung besar berbentuk orang setinggi dua kali orang dewasa dan
meletakkannya ditengah-tengah pondasi bekas Tugu Kemerdekaan. Satu bulan
setelah munculnya patung “komunis” di Alun-alun Bunder, ada usaha untuk
membangun kembali Tugu kemerdekaan dan dibentuk Panitia Tugu Kemerdekaan pada 9
Juni 1950. Lalu pada pertengahan 1953 tugu tersebut benar-benar tegak berdiri
sempurna (Basundoro, 2009:220-221).
C. Perkembangan dan Peranan Monumen
Tugu Kemerdekaan sejak Diresmikan Kembali Tahun 1953 hingga Orde Baru
Pembagunan Tugu
Kemerdekaan mencoba menampilkan detail yang secara fisik tidak jauh berbeda
dengan monumen yang dibangun sebelumnya. Bangunan utamanya menggambarkan enam
buah bambu runcing yang tegak berdiri dalam satu ikatan sehingga seakan tidak
terpisahkan (Pewarta Soerabaia dalam Basundoro, 2009:221). Bangunan ini
mempunyai makna simbolik yang kental dengan kemerdekaan Indonesia dan masih
berdiri tegak hingga sekarang.
Pada 20 Mei 1953,
dengan sebuah acara yang khidmat Tugu Kemerdekaan diresmikan oleh presiden
Soekarno. Ribuan orang memadati Alun-alun Bunder untuk menjadi saksi peresmian
tugu tersebut. Tapi kehadiran rakyat Malang ke Alun-alun Bunder tidak
sepenuhnya karena tegaknya kembali Tugu Kemerdekaan, melainkan lebih karena
hadirnya Presiden Soekarno di Kota Malang (Basundoro, 2009:222). Berdirinya
tugu kemerdekaan di kawasan ini tidak serta merta mengubah nama kawasan
tersebut dengan nama berbau kemerdekaan layaknya monumen nasional di Jakarta.
pada peresmian kembali Tugu Kemerdekaan pada
20 Mei 1955
Sumber: (Djava
Post, 21 Mei 1955 dalam Basundoro, 2009: 223)
Monumen Tugu kemerdekaan
yang berdiri tegak di tengah-tengah Alun-alun Bunder ini, begitu sangat
mendominasi Kota Malang. Pada 14 Juli 1970, Tugu Kemerdekaan dijadikan lambang
Kota Malang menggantikan lambang kota yang berbentuk garuda (Basundoro,
2009:223). Begitu pentingnya Tugu Kemerdekaan sampai dijadikan lambang kota.
Namun hal itu tidak sejalan dengan perkembangannya yang malah lebih eksis
Alun-alun Bunder daripada Tugu Kemerdekaannya.
Pada intinya, lambang
Kota Malang menggambarkan semangat perjuangan serta kepahlawanan, sifat Kota
Malang sebagai kota pegunungan dan semangat untuk menciptakan, serta semangat
untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Widodo,
2006: 194).
Sedangkan Waluyo (2011) menjelaskan
arti bentuk atau simbol Monumen Tugu Kemerdekaan adalah :
1.
Tugu monumen yang berbentuk bambu runcing yang berarti
bahwa senjata inilah yang pertama kali digunakan bangsa Indonesia ketika
menghadapi Kolonialisme Belanda dan berusaha untuk merebut kemerdekaannya.
2.
Rantai yang mengambarkan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam perjuangan bangsa Indonesia.
3.
Tangga yang membentuk 4 dan 5 sudut menggambarkan
tahun Kemerdekaan Republik Indonesia 1945.
4.
Bintang mempunyai 8 tingkat dan 17 pondasi,
menggambarkan bulan dan tanggal Kemerdekaan Indonesia. Yaitu tanggal 17 bulan
agustus.
5. Monumen ini
terletak di tengah-tengah kolam air yang di dalamnya terdapat bunga teratai
yang berwarna putih dan merah. Melambangkan keberanian dan kesucian rakyat
Indonesia untuk merebut kemerdekaan.
Selain sebagai simbol
tugu peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan juga sebagai simbol
kekuatan bagi masyarakat kota Malang, Monumen Tugu kemerdekaan juga memiliki
fungsi lainnya yang sangat menarik yakni sebagai sarana rekreasi bagi
masyarakat setempat, wisatawan domestik ataupun mancanegara. Keberadaan Monumen
Tugu Kemerdekaan yang tegak berdiri di tengah-tengah Alun-alun bunder menambah
nilai estetika tersendiri. Mereka banyak yang melakukan aktifitas seperti olah
raga, sekedar duduk-duduk santai, berfoto diisekitaran Tugu, atau hanya sekedar
melihat kekokohan Monumen Tugu Kemerdekaan yang dikelilingi pagar besi.
Tempat berdiri tegaknya
Monumen Tugu kemerdekaan yang sangat asri menjadi ketertarikan tersendiri bagi
masyarakat akan adanya Monumen Tugu Kemerdekaan. Yang mana di sekitar Tugu
Kemerdekaan dihiasi dengan rerumputan hijau yang terawat, bunga yang
berwarna-warni, serta tanaman-tanaman yang dikreasi sedemikian rupa. Tidak
hanya dikelilingi oleh rerumputan hijau, melainkan juga berada di tengah kolam
yang dilengkapi dengan air mancur dan ditumbuhi oleh bunga-bunga teratai yang
indah, suasana asri begitu kental disini.
Meskipun kehadiran
Monumen Tugu Kemerdekaan begitu mendominasi, tetapi eksistensi Monumen Tugu
Kemerdekaan kalah jauh dengan Alun-alun Bunder. Masyarakat umum lebih banyak
yang mengenal Alun-alun Bunder dibandingkan dengan Monumen Tugu Kemerdekaan.
Mereka banyak menyebut kawasan itu sebagai Alun-alun Bunder dari pada
menyebutnya dengan kawasan Monumen Tugu Kemerdekaan. Tidak seperti di Surabaya
yang masyarakatnya lebih mengenal dengan nama Tugu Pahlawan dari pada nama
alun-alun yang menjadi tempat berdirinya Tugu Pahlawan tersebut. (Basundoro,
2009:223)
Alun-alun
Bunder sendiri secara fisik menjadi area tertutup dalam arti yang sebenarnya
pada masa Orde Baru (Basundoro, 2009:234). Seluruh alun-alun bunder dipagari
dengan beton oleh pemerintah Kota Malang. Bersamaan dengan proses pemagaran
tersebut, hamparan rumput yang menutupi alun-alun itu diubah menjadi taman bunga.
Maka, nama alun-alun bunder sebenarnya sudah tidak ada lagi dan berubah menjadi
Taman Bunder Kota Malang.
D. Makna Simbolik Tugu Kemerdekaan
Tugu Kemerdekaan yang ada di
Alun-alun Bunder kota Malang nampaknya ingin menceritakan rentetan sejarah
kemerdekaan Indonesia. Jadi sesuai dengan namanya “Tugu Kemerdekaan”. Di bagian
Tugu Kemerdekaan terdapat simbol-simbol yang mempunyai makna tersendiri dan
saling berhubungan.
Tugu Kemerdekaan sepertinya ingin
bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada masa lalu, yaitu peritiwa
proklamasi yang menandakan bahwa Indonesia telah bebas dari segala penjajagan.
Dan semua bagian dari Tugu Kemerdekaan
ini memiliki makna. Makna dari bagian tersebut yaitu:
1. Banteng
Menurut
Basundoro (2009:217) menjelaskan bahwa kaum pribumi mengidentifikasikan dirinya
seperti banteng dengan tanduknya yang tajam. Menandakan bahwa kaum pribumi
dalam hal ini rakyat malang siap bertarung. Melambangkan keberanian rakyat
malang melawan penjajah, dan hal ini memang terbukti karena banyak rakyat
malang dan tentara di Malang yang gugur saat melawan penjajah pada saat
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2. Telapak
Tangan
Rakyat
malang yang diibaratkan seperti banteng yang siap bertempur melawan Belanda.
Artinya rakyat Malang berani melawan Belanda hingga akhirnya bisa menghentikan
penjajahan di Malang khususnya dan di seluruh Indonesia pada umumnya. Telapak
tangan ini menggambarkan perlawanan dari bangsa Indonesia dan rakyat Malang.
Kalau dilihat dari simbol yang ada di Tugu, seperti ingin memberhentikan
sesuatu. Dalam hal ini yang dimaksud ialah penjajahan yang dilakukan oleh
Belanda.
3. Peta
Indonesia
Gambar
dibawah ini menggambarkan wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia meliputi seluruh
bekas jajahan Hindia Belanda. Pada pelaksanaannya tidak langsung jatuh ke
pangkuan Indonesia. Namun harus melewati beberapa tahap. Namun yang
diperjuangkan oleh bangsa Indonesia pada saat itu meliputi seluruh wilayah
tersebut (Poesponegoro, 2008:136).
4. Soekarno
dan Moh. Hatta
Soekarno
dan Moh. Hatta merupakan tokoh Pergerakan Nasional yang nantinya menjadi
Presiden dan Wakil Presiden setelah Indonesia merdeka. Kedua tokoh ini memegang
peranan penting dalam Pergerakan Nasional. Dan kedua tokoh inilah yang
menandatangani teks proklamasi, serta merumuskan teks proklamasi bersama dengan
Ahmad Suardjo (Poesponegoro, 2008:144-145). Hal itu membuktikan peranan kedua
tokoh ini dalam proses kemerdekaan Indonesia. Tokoh ini, terutama Soekarno sangat
kuat karismanya terhadap rakyat Malang. Pada saat peresmian kembali Tugu
Kemerdekaan di Alun-alun Bunder terlihat beribu-ribu rakyat malang memadati
Alun-alun Bunder. Nampaknya bukan karena Tugunya, tapi karena Karisma Soekarno.
5. Teks
Proklamasi
Naskah
Teks Proklamasi dirumuskan oleh Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo di
rumah Laksamana Maeda. Teks Proklamasi ini menjelaskan tentang keinginan bangsa
Indonesia yang dituangkan pada kalimat pertama yang di ajukan oleh Ahmad
Subardjo yang diambil dari piagam Djakarta 22 juni 1945. Yaitu pada pembukaan
UUD 1945. Sedangkan kalimat kedua dan terakhir diajukan oleh Moh. Hatta.
Soekarno yang mencatat dan Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo yang menyumbang
pikiran secara lisan (Poesponegoro, 2008:144-146).
Proklamasi memiliki makna yang mendalam
bagi bangsa Indonesia, khususnya di Kota Malang. Maka untuk memperingati
peristiwa tersebut, dibangunlah monumen Tugu Kemerdekaan.
6.
Bambu Runcing
Tugu monumen yang berbentuk bambu runcing yang berarti bahwa senjata inilah
yang pertama kali digunakan bangsa Indonesia ketika menghadapi Kolonialisme
Belanda dan berusaha untuk merebut kemerdekaannya. Rantai yang mengambarkan
kesatuan rakyat Indonesia yang sangat menyatu dan tidak dapat dipisahkan.
E. Kesimpulan
Jauh sebelum dibangunnya
tugu kemerdekaan di alun-alun bunder, kawasan ini sudah dipersiapkan menjadi
pusat pemerintahan di Kota Malang. Alun-alun Bunder didesain oleh Karsten
dengan konsep Jawa. Namun kawasan Alun-alun Bunder hanya diperuntukkan untuk
orang Eropa. Alun-alun Bunder dibangun untuk menunjang pemukiman Belanda dan
pusat pemerintahan Kota Malang yang saat itu berubah menjadi gemeente. Setelah kemerdekaan Indonesia,
kawasan ini mutlak menjadi kekuasaan Indonesia. Sehingga pemerintah
berkeinginan membangun tugu kemerdekaan sebagai simbol kekuasaan Indonesia di
kawasan yang dulunya diperuntukan untuk warga Belanda.
Pembangunan Tugu
Kemerdekaan bertujuan untuk memperingati peristiwa kemerdekaan Indonesia. Namun
belum selesai dibangun terpaksa dihentikan karena adanya agresi milier Belanda
pertama pada tahun 1947. Dan pada agresi militer Belanda kedua, tugu ini
dihancurkan. Tugu ini juga pernah digunakan oleh pihak komunis untuk peringatan
hari ulang tahun Partai Komunis Indonesia.
Tugu
kemerdekaan dibangun kembali dan diresmikan pada 20 Mei 1953, dengan sebuah
acara yang khidmat Tugu Kemerdekaan diresmikan oleh presiden Soekarno. Tugu ini
tidak jauh berbeda dengan tugu sebelumnya yang dihancurkan oleh Belanda. Pada
tahun 1970 tugu kemerdekaan diresmikan sebagai simbol Kota Malang menggantikan
simbol garuda sebelumnya. Tugu Kemerdekaan ini nampaknya ingin bercerita
tentang peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Yaitu pada masa Pergerakan
Nasional hingga kemerdekaan Indonesia. Hal itu digambarkan pada bagian tugu
kemerdekaan yang berbentuk simbol-simbol.
DAFTAR RUJUKAN
Basundoro, P.
2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan
Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
Beni, D. M. 2011. Sekilas tentang Taman
Tugu Balaikota Malang, (Online), (http://mediacenter.malangkota.go.id/2011/04/sekilas-tentang-taman-tugu-balaikota-malang/#ixzz2vGFPBPRd),
diakses 7 Maret 2014.
Handinoto.
1996. Perkembangan Kota Malang pada Zaman Kolonial (1914-1940). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur,
(Online), 22: 1-29, (http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/), diakses
7 Maret 2014.
Koen, A., dkk.
2001. Profil Daerah Kabupaten dan Kota
( F. Harianto Santoso, Ed). Jakarta: Kompas.
Poesponegoro,
M. D. dan Nugroho N. 2008. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Sri, A. A. 2013 Transformasi Spasial-Teritorial Kawasan Alun-Alun Malang: Sebuah Prosuk Budaya Akibat Perkembangan Jaman. Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (Ejetu), (Online), 1 (1): 13-21, (http://www.jurnal.widyakartika. ac.id/index.php/ejetu), diakses 7 Maret 2014.Waluyo, P. 2011. Tugu sebagai Simbol Kota Malang. (http://paramita-waluyo.blogspot.com/2011/06/tugu-sebagai-simbol-kota-malang.html).
Widodo, D. I.
2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Satoe.
Malang: Bayumedia Publishing.
___________.
2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Doea.
Malang: Bayumedia Publishing.
Wirjosoedibjo,
dkk. 1954. 40 Tahun Kota Malang.
Malang: DPK Malang.
www.kitlv.nl.
Yang bawa buku tuh kakek saya
BalasHapus