SEJARAH TUGU MALANG: KAJIAN HISTORIK SIMBOLIK




Pada akhir abad ke-18, Kota Malang dipilih meneer en mevrouv alias tuan dan nyonya Belanda menjadi tempat peristirahatan (Koen dkk, 2001:45). Malang merupakan kota yang dekat dengan perkebunan di daerah sekitarnya.  Kota Malang selain teratur juga cantik dan berpanorama indah disetiap sudut kotanya. Keindahan malang tidak hanya milik masa lalu, sekarang pun Malang menjadi kota yang Indah. Pada tahun 1940, Malang mengalami puncak kindahannya. Hal itu terjadi karena Malang menjadi kota yang tertata rapi dan mempunyai banyak taman. Kota Malang adalah salah satu dari sekian banyak kota yang direnca-nakan pembangunannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Taman terbesar dan terindah yang ada di Malang pada saat itu terletak di pusat kota, berbentuk bundar dan diapit oleh Balai Kota dan Sekolah HBS/HMS. Taman yang dimaksud adalah Alun-alun Bunder. Alun-alun Bunder menjadi kebanggaan bagi warga Malang. Tidak hanya warga Malang yang merasa bangga, orang Belanda pun menganggap Alun-alun Bunder ini tempat yang indah. Orang belanda menamakan Alun-alun Bunder ini Jan Pieterzoen Coenplein, nama Gubernur Jenderal yang pernah menjabat pada zaman VOC (Widodo, 2006:208).
Kawasan alun-alun bunder merupakan kawasan yang memang dipersiapkan untuk menjadi pusat pemerintahan Belanda yang jauh dari kaum pribumi. Kawasan ini terdiri dari taman terbuka berbentuk bundar dan bangunan penting di sekitarnya. Bangunan seperti halnya kota selalu tumbuh dan berkembang sepanjang waktu. Bangunan yang dibangun pada masa lampau, sekarang bisa berwujud sebagai monumen. Seperti diketahui, bahwa monumen bisa bersifat mendorong (propelling), atau menghambat (pathological) dinamika kota (Handinoto, 1996:26). Begitu pula kawasan alun-alun bunder, dalam perkembangannya telah berubah dari kawasan khusus masyarakat Belanda menjadi tugu kemerdekaan dan simbol Kota Malang.
Tugu kemerdekaan yang dibangun di Kota Malang adalah salah satu simbol penghapusan kawasan khusus masyarakat Belanda dan menjadi milik Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menyusun makalah berjudul “Monumen Tugu Kemerdekaan Alun-alun Bunder Kota Malang: Kajian Historis dan Simbolik”. Penyusunan makalah ini terbagi dalam tiga pembahasan berdasarkan temporal, serta bahasan terakhir mengenai makna simbolik tugu kemerdekaan. Pada pembahasan pertama ditekankan pada sejarah kawasan alun-alun bunder sebelum didirikannya tugu kemerdekaan dan alasan dibangun di kawasan tersebut.
Batasan temporal pembahasan kedua sejak tahun 1946, yaitu tahun didirikannya hingga Agresi Militer Belanda II. Alasan memilih batas waktu ini adalah karena pada AMB II pasukan Belanda meninggalkan Indonesia dan kawasan ini mengalami kekosongan. Tugu kemerdekaan telah hancur hingga bahkan digunakan oleh partai komunis. Pembahasan ketiga sejak diresmikan kembali tahun 1953 hingga Orde baru. Pada masa Orde Baru inilah alun-alun bunder dipagari dengan beton dan istilah alun-alun diganti dengan taman, meskipun nama alun-alun tetap dikenal masyarakat hingga saat ini.

A.  Latar Belakang dan Tujuan dibangunnya Monumen Tugu Kemerdekaan
Kota-kota kolonial di Jawa secara geografis dibagi menjadi kota pesisir dan kota pedalaman. Malang termasuk dalam kota pedalaman. Letaknya yang cukup tinggi (450 m di atas permukaan laut) serta sekitarnya yang merupakan daerah perkebunan, membuat kota ini menjadi sangat strategis dan tumbuh dengan cepat sebagai kota kedua yang terbesar di Jawa Timur (Handinoto, 1996:4). Kota Malang merupakan daerah yang strategis. Letak Kota Malang di lembah pegunungan, dikelilingi oleh gunung-gunung maupun pegunungan merupakan natuurlijke verdedigingsgordel, yang tidak mudah digoncangkan (Wirjosoedibjo dkk., 1954:118). Sehingga kawasan Malang digunakan untuk basis pertahanan melawan Belanda maupun Jepang.
Hingga tahun 1914 Kota Malang masih merupakan sebuah kota kabupaten, bagian dari Karesidenan Pasuruan. Salah satu kendala tidak bisa berkembangnya kota-kota pedalaman adalah masalah prasarana dan komunikasi. Masalah tersebut dapat teratasi dengan dibangunnya prasarana secara besar-besaran di Jawa termasuk Malang) setelah tahun 1870. Pembangunan prasarana di Malang terutama adalah dibangunnya rel ketera api Surabaya-Malang.
Jauh sebelum dibanggunnya tugu kemerdekaan di alun-alun bunder, kawasan ini sudah dipersiapkan menjadi pusat pemerintahan di Kota Malang. Keinginan untuk membentuk citra pusat pemerintahan baru yang bebas dari citra aktivitas pribumi diwujudkan setelah keluarnya undang-undang desentralisasi (1913) dan Malang diubah statusnya menjadi gementee pada tahun 1914 (Sari, 2013:17). Langkah selanjutnya yang diambil oleh Belanda adalah memindahkan pusat pemerintahan dari alun-alun kota ke kawasan yang saat ini dikenal kawasan tugu, seperti gambar 1.1. Kawasan tugu merupakan ruang terbuka berbentuk bulan yang saat ini dikenal dengan nama alun-alun bunder yang dikelilingi bangunan penting seperti balaikota.
Kota Malang pada masa kolonial tidak lepas dari arsitektur Belanda yang khas. Sejak Malang menjadi Kotamadya dan mulai dipimpin seorang walikota pada tanggal 1 juli 1919, kehadiran gedung pemerintahan baru mutlak diperlukan untuk sebagai penunjang pemerintah Belanda. Alun-alun lama yang berbentuk persegi itu tidak lagi dianggap sebagai pusat kota karena dipandang masih berbau indisch oleh sebagian besar orang Belanda (Widodo, 2006:208). Sejak tahun 1900, kalangan Belanda didominasi oleh generasi baru yang datang ke Hindia Belanda. Golongan tersebut yang berkeinginan mengubah wajah kota seperti tanah kelahirannya.

Tidak seperti Alun-alun Kota Malang yang amat lekat dengan rakyat Kota Malang, Alun-alun Bunder memiliki kesan amat jauh dari rakyat Kota Malang karena sejak awal dijauhkan dari masyarakat pribumi Kota Malang. Kawasan ini dibangun sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan hunian masyarakat Eropa, golongan masyarakat elit pada waktu itu, yang diberi nama Gouverneur-Generaalbuurt karena jalan-jalannya memakai nama Gubernur Jenderal pada masa Hindia Belanda (Basundoro, 2009:225). Tujuan dibangunnya kawasan ini selain sebagai kawasan hunian elite untuk masyarakat Eropa adalah sebagai pusat pemerintahan yang baru setelah Malang ditetapkan sebagai Gemeente (Basundoro, 2009:225).
Alun-alun Bunder didesain oleh Karsten dengan konsep Jawa. Namun kawasan Alun-alun Bunder diperuntukkan untuk orang Eropa. Karena pada saat itu yang menjadi Gubernur Jenderal P. Coen, jadi Alun-alun Bunder dinamakan J.P. Coen Plein. Tujuannya yaitu membuat wibawa J.P. Coen memancar di Alun-alun Bunder. Wibawa itu memang benar-benar muncul sehingga tidak ada satupun aktifitas rakyat pribumi yang dilangsungkan di alun-alun ini (Basundoro, 2009:215).
Setelah terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia, rakyat Malang berhak atas seluruh kawasan di Kota malang. Maka untuk memperingati kemerdekaan dibangunlah Tugu Kemerdekaan ditengah-tengah alun-alun Bunder pada tanggal 17 Agustus 1946. Selain itu untuk mendandakan bahwa daerah Alun-alun Bunder sah menjadi milik rakyat Malang atau Indonesia.
Tugu ini dibangun untuk menandai bahwa kota Malang sudah menjadi bagian dari Indonesia. Serta semua kawasan yang ada di Malang menjadi hak rakyat Malang. Peletakan batu pertama pembangunan Tugu Kemerdekaan dilakukan pada 17 Agustus 1946, dihadiri oleh Dul Arwono pejuang pada 10 November di Surabaya yang pada saat itu telah menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur dan dihadiri pula oleh Residen Malang Mr. Sunarko (Basundoro, 2009:216).
B.  Perkembangan Monumen Tugu Kemerdekaan sejak 1946 hingga Agresi Militer Belanda II
Peletakan batu pertama pembangunan Tugu Kemerdekaan dilakukan pada 17 Agustus 1946. Pembangunan Tugu Kemerdekaan terpaksa dihentikan pada saat mencapai 95 persen karena agresi militer Belanda pertama yaitu pada tahun 1947. Karena Tugu Kemerdekaan sudah menjadi simbol yang menjiwai rakyat Malang, Belanda pertama-pertama tidak langsung menghancurkan tugu ini, melainkan dengan diberi mahkota raja berukuran besar di puncak tugunya, dan diberi bendera Belanda berkuran besar pula dibawah mahkotanya. Mahkota raja itu modelnya model Eropa. Tentara Belanda tampaknya ingin menghadirkan kembali Ratu Juliana di Kota Malang melalui tugu di Alun-alun Bunder tanpa harus membangun tugu baru. Namun hal itu tidak berhasil sehingga ada saja perlawanan dari rakyat Malang. Namun usaha yang dilaukan oleh Belanda mengalami kegagalan, karena tidak ada pergeseran makna terhadap Tugu kemerdekaan. Tugu Kemerdekaan itu tetap menjadi tugu yang untuk memeringati hari kemerdekaan Indonesia.


Berdirinya Tugu kemerdekaan menjadi simbol keperkasaan bagi rakyat Malang. Selama Tugu Kemerdekaan masih tegak berdiri, rakyat Malang tidak bisa dikalahkan,  untuk menghancurkan keperkasaan rakyat Malang tidak ada cara lain bagi Belanda kecuali menghancurkan Tugu Kemerdekaan. Pada tanggal 23 Desember 1948 Tugu Kemerdekaan dihancurkan oleh pasukan Belanda. Peristiwa itu bisa jadi telah menjadi alat yang ampuh untuk mencabuti otot-otot rakyat Malang. Karena sejak waktu itulah Belanda berhasil menguasai Malang kembali (Basundoro, 2009:218).Ternyata penghancuran Tugu Kemerdekaan ini merupakan suatu pembalasan. Karena sebelumnya gedung Balaikota Malang yang berada di sebelah selatan Alun-alun Bunder hangus dibakar oleh rakyat malang. Sehingga menjadikan daerah ini seperti daerah tak bertuan. Kawasan ini menjadi kosong diantara puing-puing gedung yang porak-poranda. Politik bumi hangus memang banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia dengan tujuan agar tidak bisa digunakan oleh Belanda.
Menjelang perayaan ulang tahun Partai Komunis Indonesia 1 Mei 1950, sekelompok orang dari partai ini membuat patung besar berbentuk orang setinggi dua kali orang dewasa dan meletakkannya ditengah-tengah pondasi bekas Tugu Kemerdekaan. Satu bulan setelah munculnya patung “komunis” di Alun-alun Bunder, ada usaha untuk membangun kembali Tugu kemerdekaan dan dibentuk Panitia Tugu Kemerdekaan pada 9 Juni 1950. Lalu pada pertengahan 1953 tugu tersebut benar-benar tegak berdiri sempurna (Basundoro, 2009:220-221).
C.  Perkembangan dan Peranan Monumen Tugu Kemerdekaan sejak Diresmikan Kembali Tahun 1953 hingga Orde Baru
Pembagunan Tugu Kemerdekaan mencoba menampilkan detail yang secara fisik tidak jauh berbeda dengan monumen yang dibangun sebelumnya. Bangunan utamanya menggambarkan enam buah bambu runcing yang tegak berdiri dalam satu ikatan sehingga seakan tidak terpisahkan (Pewarta Soerabaia dalam Basundoro, 2009:221). Bangunan ini mempunyai makna simbolik yang kental dengan kemerdekaan Indonesia dan masih berdiri tegak hingga sekarang.
Pada 20 Mei 1953, dengan sebuah acara yang khidmat Tugu Kemerdekaan diresmikan oleh presiden Soekarno. Ribuan orang memadati Alun-alun Bunder untuk menjadi saksi peresmian tugu tersebut. Tapi kehadiran rakyat Malang ke Alun-alun Bunder tidak sepenuhnya karena tegaknya kembali Tugu Kemerdekaan, melainkan lebih karena hadirnya Presiden Soekarno di Kota Malang (Basundoro, 2009:222). Berdirinya tugu kemerdekaan di kawasan ini tidak serta merta mengubah nama kawasan tersebut dengan nama berbau kemerdekaan layaknya monumen nasional di Jakarta.
Gambar 3.1 Presiden Sukarno berpidato di hadapan ribuan rakyat Kota Malang
pada peresmian kembali Tugu Kemerdekaan pada 20 Mei 1955
 Sumber: (Djava Post, 21 Mei 1955 dalam Basundoro, 2009: 223)


Monumen Tugu kemerdekaan yang berdiri tegak di tengah-tengah Alun-alun Bunder ini, begitu sangat mendominasi Kota Malang. Pada 14 Juli 1970, Tugu Kemerdekaan dijadikan lambang Kota Malang menggantikan lambang kota yang berbentuk garuda (Basundoro, 2009:223). Begitu pentingnya Tugu Kemerdekaan sampai dijadikan lambang kota. Namun hal itu tidak sejalan dengan perkembangannya yang malah lebih eksis Alun-alun Bunder daripada Tugu Kemerdekaannya.
Pada intinya, lambang Kota Malang menggambarkan semangat perjuangan serta kepahlawanan, sifat Kota Malang sebagai kota pegunungan dan semangat untuk menciptakan, serta semangat untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Widodo, 2006: 194).
Sedangkan Waluyo (2011) menjelaskan arti bentuk atau simbol Monumen Tugu Kemerdekaan adalah :
1.      Tugu monumen yang berbentuk bambu runcing yang berarti bahwa senjata inilah yang pertama kali digunakan bangsa Indonesia ketika menghadapi Kolonialisme Belanda dan berusaha untuk merebut kemerdekaannya.
2.      Rantai yang mengambarkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam perjuangan bangsa Indonesia.
3.      Tangga yang membentuk 4 dan 5 sudut menggambarkan tahun Kemerdekaan Republik Indonesia 1945.
4.      Bintang mempunyai 8 tingkat dan 17 pondasi, menggambarkan bulan dan tanggal Kemerdekaan Indonesia. Yaitu tanggal 17 bulan agustus.
5.      Monumen ini terletak di tengah-tengah kolam air yang di dalamnya terdapat bunga teratai yang berwarna putih dan merah. Melambangkan keberanian dan kesucian rakyat Indonesia untuk merebut  kemerdekaan.
Selain sebagai simbol tugu peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan juga sebagai simbol kekuatan bagi masyarakat kota Malang, Monumen Tugu kemerdekaan juga memiliki fungsi lainnya yang sangat menarik yakni sebagai sarana rekreasi bagi masyarakat setempat, wisatawan domestik ataupun mancanegara. Keberadaan Monumen Tugu Kemerdekaan yang tegak berdiri di tengah-tengah Alun-alun bunder menambah nilai estetika tersendiri. Mereka banyak yang melakukan aktifitas seperti olah raga, sekedar duduk-duduk santai, berfoto diisekitaran Tugu, atau hanya sekedar melihat kekokohan Monumen Tugu Kemerdekaan yang dikelilingi pagar besi.
Tempat berdiri tegaknya Monumen Tugu kemerdekaan yang sangat asri menjadi ketertarikan tersendiri bagi masyarakat akan adanya Monumen Tugu Kemerdekaan. Yang mana di sekitar Tugu Kemerdekaan dihiasi dengan rerumputan hijau yang terawat, bunga yang berwarna-warni, serta tanaman-tanaman yang dikreasi sedemikian rupa. Tidak hanya dikelilingi oleh rerumputan hijau, melainkan juga berada di tengah kolam yang dilengkapi dengan air mancur dan ditumbuhi oleh bunga-bunga teratai yang indah, suasana asri begitu kental disini.
Meskipun kehadiran Monumen Tugu Kemerdekaan begitu mendominasi, tetapi eksistensi Monumen Tugu Kemerdekaan kalah jauh dengan Alun-alun Bunder. Masyarakat umum lebih banyak yang mengenal Alun-alun Bunder dibandingkan dengan Monumen Tugu Kemerdekaan. Mereka banyak menyebut kawasan itu sebagai Alun-alun Bunder dari pada menyebutnya dengan kawasan Monumen Tugu Kemerdekaan. Tidak seperti di Surabaya yang masyarakatnya lebih mengenal dengan nama Tugu Pahlawan dari pada nama alun-alun yang menjadi tempat berdirinya Tugu Pahlawan tersebut. (Basundoro, 2009:223)
Alun-alun Bunder sendiri secara fisik menjadi area tertutup dalam arti yang sebenarnya pada masa Orde Baru (Basundoro, 2009:234). Seluruh alun-alun bunder dipagari dengan beton oleh pemerintah Kota Malang. Bersamaan dengan proses pemagaran tersebut, hamparan rumput yang menutupi alun-alun itu diubah menjadi taman bunga. Maka, nama alun-alun bunder sebenarnya sudah tidak ada lagi dan berubah menjadi Taman Bunder Kota Malang.
D.  Makna Simbolik  Tugu Kemerdekaan
Tugu Kemerdekaan yang ada di Alun-alun Bunder kota Malang nampaknya ingin menceritakan rentetan sejarah kemerdekaan Indonesia. Jadi sesuai dengan namanya “Tugu Kemerdekaan”. Di bagian Tugu Kemerdekaan terdapat simbol-simbol yang mempunyai makna tersendiri dan saling berhubungan.
Tugu Kemerdekaan sepertinya ingin bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada masa lalu, yaitu peritiwa proklamasi yang menandakan bahwa Indonesia telah bebas dari segala penjajagan. Dan semua bagian dari  Tugu Kemerdekaan ini memiliki makna. Makna dari bagian tersebut yaitu:
1.      Banteng
Menurut Basundoro (2009:217) menjelaskan bahwa kaum pribumi mengidentifikasikan dirinya seperti banteng dengan tanduknya yang tajam. Menandakan bahwa kaum pribumi dalam hal ini rakyat malang siap bertarung. Melambangkan keberanian rakyat malang melawan penjajah, dan hal ini memang terbukti karena banyak rakyat malang dan tentara di Malang yang gugur saat melawan penjajah pada saat mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2.      Telapak Tangan
Rakyat malang yang diibaratkan seperti banteng yang siap bertempur melawan Belanda. Artinya rakyat Malang berani melawan Belanda hingga akhirnya bisa menghentikan penjajahan di Malang khususnya dan di seluruh Indonesia pada umumnya. Telapak tangan ini menggambarkan perlawanan dari bangsa Indonesia dan rakyat Malang. Kalau dilihat dari simbol yang ada di Tugu, seperti ingin memberhentikan sesuatu. Dalam hal ini yang dimaksud ialah penjajahan yang dilakukan oleh Belanda.
3.      Peta Indonesia
Gambar dibawah ini menggambarkan wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia meliputi seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Pada pelaksanaannya tidak langsung jatuh ke pangkuan Indonesia. Namun harus melewati beberapa tahap. Namun yang diperjuangkan oleh bangsa Indonesia pada saat itu meliputi seluruh wilayah tersebut (Poesponegoro, 2008:136).
4.      Soekarno dan Moh. Hatta
Soekarno dan Moh. Hatta merupakan tokoh Pergerakan Nasional yang nantinya menjadi Presiden dan Wakil Presiden setelah Indonesia merdeka. Kedua tokoh ini memegang peranan penting dalam Pergerakan Nasional. Dan kedua tokoh inilah yang menandatangani teks proklamasi, serta merumuskan teks proklamasi bersama dengan Ahmad Suardjo (Poesponegoro, 2008:144-145). Hal itu membuktikan peranan kedua tokoh ini dalam proses kemerdekaan Indonesia. Tokoh ini, terutama Soekarno sangat kuat karismanya terhadap rakyat Malang. Pada saat peresmian kembali Tugu Kemerdekaan di Alun-alun Bunder terlihat beribu-ribu rakyat malang memadati Alun-alun Bunder. Nampaknya bukan karena Tugunya, tapi karena Karisma Soekarno.
5.      Teks Proklamasi
Naskah Teks Proklamasi dirumuskan oleh Soekarno, Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo di rumah Laksamana Maeda. Teks Proklamasi ini menjelaskan tentang keinginan bangsa Indonesia yang dituangkan pada kalimat pertama yang di ajukan oleh Ahmad Subardjo yang diambil dari piagam Djakarta 22 juni 1945. Yaitu pada pembukaan UUD 1945. Sedangkan kalimat kedua dan terakhir diajukan oleh Moh. Hatta. Soekarno yang mencatat dan Moh. Hatta dan Ahmad Subardjo yang menyumbang pikiran secara lisan (Poesponegoro, 2008:144-146).


Proklamasi memiliki makna yang mendalam bagi bangsa Indonesia, khususnya di Kota Malang. Maka untuk memperingati peristiwa tersebut, dibangunlah monumen Tugu Kemerdekaan.
6.      Bambu Runcing
Tugu monumen yang berbentuk bambu runcing yang berarti bahwa senjata inilah yang pertama kali digunakan bangsa Indonesia ketika menghadapi Kolonialisme Belanda dan berusaha untuk merebut kemerdekaannya. Rantai yang mengambarkan kesatuan rakyat Indonesia yang sangat menyatu dan tidak dapat dipisahkan.


E.  Kesimpulan
Jauh sebelum dibangunnya tugu kemerdekaan di alun-alun bunder, kawasan ini sudah dipersiapkan menjadi pusat pemerintahan di Kota Malang. Alun-alun Bunder didesain oleh Karsten dengan konsep Jawa. Namun kawasan Alun-alun Bunder hanya diperuntukkan untuk orang Eropa. Alun-alun Bunder dibangun untuk menunjang pemukiman Belanda dan pusat pemerintahan Kota Malang yang saat itu berubah menjadi gemeente. Setelah kemerdekaan Indonesia, kawasan ini mutlak menjadi kekuasaan Indonesia. Sehingga pemerintah berkeinginan membangun tugu kemerdekaan sebagai simbol kekuasaan Indonesia di kawasan yang dulunya diperuntukan untuk warga Belanda.
Pembangunan Tugu Kemerdekaan bertujuan untuk memperingati peristiwa kemerdekaan Indonesia. Namun belum selesai dibangun terpaksa dihentikan karena adanya agresi milier Belanda pertama pada tahun 1947. Dan pada agresi militer Belanda kedua, tugu ini dihancurkan. Tugu ini juga pernah digunakan oleh pihak komunis untuk peringatan hari ulang tahun Partai Komunis Indonesia.
Tugu kemerdekaan dibangun kembali dan diresmikan pada 20 Mei 1953, dengan sebuah acara yang khidmat Tugu Kemerdekaan diresmikan oleh presiden Soekarno. Tugu ini tidak jauh berbeda dengan tugu sebelumnya yang dihancurkan oleh Belanda. Pada tahun 1970 tugu kemerdekaan diresmikan sebagai simbol Kota Malang menggantikan simbol garuda sebelumnya. Tugu Kemerdekaan ini nampaknya ingin bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Yaitu pada masa Pergerakan Nasional hingga kemerdekaan Indonesia. Hal itu digambarkan pada bagian tugu kemerdekaan yang berbentuk simbol-simbol.


DAFTAR RUJUKAN
Basundoro, P. 2009. Dua Kota Tiga Zaman Surabaya dan Malang Sejak Kolonial sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Ombak.
Beni, D. M. 2011. Sekilas tentang Taman Tugu Balaikota Malang, (Online), (http://mediacenter.malangkota.go.id/2011/04/sekilas-tentang-taman-tugu-balaikota-malang/#ixzz2vGFPBPRd), diakses 7 Maret 2014.
Handinoto. 1996. Perkembangan Kota Malang pada Zaman Kolonial (1914-1940). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, (Online), 22: 1-29, (http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/), diakses 7 Maret 2014.
Koen, A., dkk. 2001. Profil Daerah Kabupaten dan Kota ( F. Harianto Santoso, Ed). Jakarta: Kompas.
Poesponegoro, M. D. dan Nugroho N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Sri, A. A. 2013 Transformasi Spasial-Teritorial Kawasan Alun-Alun Malang: Sebuah Prosuk Budaya Akibat Perkembangan Jaman. Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (Ejetu), (Online), 1 (1): 13-21, (http://www.jurnal.widyakartika. ac.id/index.php/ejetu), diakses 7 Maret 2014.

Waluyo, P. 2011. Tugu sebagai Simbol Kota Malang. (http://paramita-waluyo.blogspot.com/2011/06/tugu-sebagai-simbol-kota-malang.html).

Widodo, D. I. 2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Satoe. Malang: Bayumedia Publishing.
___________. 2006. Malang Tempo Doeloe Djilid Doea. Malang: Bayumedia Publishing.
Wirjosoedibjo, dkk. 1954. 40 Tahun Kota Malang. Malang: DPK Malang.
www.kitlv.nl.



1 komentar:

Pages