Kerajaan Kahuripan mengalami masalah pergantian kekuasaan. Dewi Sang-gramawi
jaya yang dipersiapkan menjadi pengganti penguasa Kahuripan menolak menjadi raja. Dia memilih menjalani hidupnya sebagai petapa. Sehingga Kerajaan Kahuripan dipecah menjadi dua. Yaitu, Kerajaan Pangjalu dan Kerajaan Janggala.
Kitab Nagarakertagama Memberi keterangan bahwa Raja Airlangga telah memerintahkan pembagian tanah Jawa karena cinta kasihnya kepada dua orang anak-nya yang sama-sama menjadi raja. Dalam kitab Calon Arang diterangkan bahwa Raja Airlangga mengutus Pu Bharada pergi ke Bali untuk meminta kerajaan di Bali bagi anaknya yang kedua. Namun Kerajaan di Bali tidak menyetujui permintaan Raja Air-langga, karena telah diperuntukkan kerajaan di Bali bagi keturunannya sendiri. Tidak ada pilihan lain bagi Raja Airlangga yaitu membagi tanah Jawa menjadi dua.
Setelah Raja Airlangga mengundurkan diri sebagai raja, sebenarnya yang berhak menggantikannya sebagai raja adalah Dewi Kilisuci. Akan tetapi ia tidak ber-sedia menjadi raja dan lebih suka menjadi petapa di Gunung Penanggungan. Ia dapat menentukan sikap dan menjalankan perbuatan sesuai dengan kehendak hati nuraninya sendiri. Ini berarti bahwa ia juga memberi kesempatan kepada kedua saudaranya un-tuk menggantikan ayahnya sebagai Raja Pangjalu dan Janggala (Purwadi, 2007: 44).
Pembagian itu dilakukan oleh Pu Bharada, penganut agama Buddha Maha-yana dari aliran Tantra yang bertempat tinggal di Lemah Citra. Ia pernah pergi ke Bali dengan berjalan di atas air karena kesaktiannya. Dengan kesaktiannya ia melaksanakan pembagian itu menggunakan air kendi yang dituangkan melalui udara. Batas itu ditarik dari barat ke timur sampai ke laut. Akan tetapi ia tidak dapat melaksanakan pembagian itu dengan sempurna karena di Desa Palungan jubahnya tersangkut pohon asam. Pohon itu lalu dikutuknya hingga tetap menjadi kerdil (Soejono dan Leirissa, 2010: 279)
Raja Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan di wilayah barat bernama Pangjalu yang berpusat di Daha. Se-dangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan di wilayah timur bernama Janggala yang berpusat di Kahuripan.
Raja-raja Kerajaan Janggala yang muncul dalam Prasasti antara lain sebagai berikut:
1. Raja Mapanji Garasakan, berdasarkan Prasasti Kambang Putih, Malengga dan Turun
Hyang B.
2. Raja Mapanji Alanjung Ahyes Makoputadhanu Sri Ajnajabharitamawakana Pasukala,
berdasarkan Prasasti Banjaran.
3. Raja Samarotsaha atau Sri Maharaja Sri Samarotsaha Karnnakesana Ratnasangkha
Kirttisingha Jayantaka Tunggadewa, berdasarkan Prasasti Su-mengkung.
Sedangkan sumber-sumber mengenai Kerajaan Pangjalu hanya ada satu. Yaitu, Prasasti Tinulad yang menyebut paduka Sri Mahadewi Siniwi Bhumi Kadiri. Tetapi bukan berarti Kadiri sama dengan Pangjalu meskipun sudah tertulis di dalam Prasasti.
PERKEMBANGAN KERAJAAN KADIRI
Setelah Prasasti tiga orang Raja Jenggala yang sudah diebutkan di atas dan setelah ada masa gelap selama kira-kira 60 tahun, yang muncul dalam sejarah adalah Kerajaan Kadiri dengan ibu kotanya di Daha (Soejono dan Leirissa 2010: 297). Da-lam perkembangannya Kerajaan Kediri tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Janggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Janggala ditaklukkan oleh Kerajaan Kadiri. Akan tetapi hilangnya jejak Janggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya Prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya Prasasti yang ditinggal-kan Kerajaan Janggala.
Sejarah Kerajaan Kadiri mulai diketahui dengan adanya Prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jay-awarsa sudah dapat diketahui dengan jelas berdasarkan Prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Kadiri di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam Prasasti Ngantang (1135), yaitu Pangjalu Jayati atau Pangjalu menang. Pada masa pemerintahan Sri Jay-abhaya inilah, Kerajaan Kadiri mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei ta-hun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Kadiri, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Raja-raja Kerajaan Kadiri yang tertulis dalam Prasasti dan kitab (naskah kuno) ialah sebagai berikut:
1. Sri Jayawarsa, tertulis di dalam Prasasti Ngantang.
2. Sri Bameswara, berdasarkan Prasasti Padelegan I, Prasasti Panumbangan dan
Prasasti Tangkilan.
3. Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Pangjalu, berdasarkan Prasasti Han-tang,
Prasasti Talan dan Kakawin Bharatayuddha.
4. Sri Sarweswara, berdasarkan Prasasti Padelegan II dan Prasasti Kahyunan.
5. Sri Aryeswara, berdasarkan Prasasti dari Desa Meleri dan Prasasti Angin.
6. Sri Kroncayyadipa, berdasarkan Prasasti Jaring.
7. Sri Kameswara, berdasarkan Prasasti Ceker, Prasasti dari Desa Semanding dan
Kakawin Smaradahana.
8. Kertajaya, berdasarkan Prasasti Galunggung, Prasasti Kamulan, Prasasti Palah,
Prasasti Wates Kulon, Prasasti Lawadan, Kitab Nagarakretagama dan Kitab Pararaton.
RUNTUHNYA KERAJAAN KADIRI
Kerajaan Kadiri runtuh pada tahun 1144 Saka (1222 M). Menurut kitab Nagarakertagama, Sri Ranggah Rajasa (Ken Arok) yang bertakhta di Kutharaja, ibu kota kerajaan Tumapel di sebelah timur Gunung Kawi pada tahun 1144 Saka (1222 M) menyerang Raja Kadiri yaitu raja Sri Krtajaya (Soejono dan Leirissa, 2010: 297).
Kejatuhan Kerajaan Kadiri akibat perilaku Raja Kadiri yang bernama kertajaya atau Prabu Dhandhanggendis yang terlampau sewenang-wenang terhadapa para Brahmana. Ken Arok memanfaatkan konflik vertikal horizontal Kerajaan Kadiri untuk memperkokoh kekuatan kerajaannya di Singhasari (Purwadi, 2007:79).
Ia menghormati hak dan kedudukan Brahmana sehingga tidak heran jika ia mendapatkan simpati dan dukungan rakyat Tumapel yang kemudian hari menjadi kekuatan utama dalam menggulingkan penguasa Daha Raya atau Kadiri (Peni Suparto, 2005: 13).
Menurut kitab Pararaton, Raja Kadiri yang bernama Dandang Gendis (Kertajaya) menyuruh para Brahmana menyembah kepadanya. Para Brahmana me-nolak karena sepanjang sejarah tidak ada Brahmana yang menyembah raja. Para Brahmana melarikan diri ke Tumapel berlindung kepada Ken Arok. Tumapel pada saat itu masih dibawah kekuasaan Kerajaan Kadiri
Dengan restu para Brahmana Ken Arok di angkat sebagai raja dan tidak mengakui kekuasaan Daha atau Kadiri, Lalu menyerang kerajaan Daha. Kerajaan Daha mengalami kekalahan besar. Raja Kadiri (Daha) dan adiknya yang bernama Mahisa Walungan maupun pejabat-pejabat kerajaan gugur dalam pertempuran. Se-hingga berakhirlah kekuasaan Raja Kertajaya dan runtuhlah Kerajaan Kadiri.
KESIMPULAN
Kerajaan Pangjalu dan Janggala merupakan perpecahan Kerajaan Kahuripan. Raja Airlangga terpaksa memecah kerajaannya karena rasa sayangnya kepada kedua anaknya. Raja Airlangga sempat mencari solusi agar kerajaannya tidak dipecah dan tetap dipimpin oleh satu raja. Namun usahanya berjalan buntu, hingga akhirnya terjadi perpecahan.
Pada saat Kerajaan Kahuripan dibagi menjadi Kerajaan Janggala dan Kera-jaan Pangjalu, kedua kerajaan mengalami situasi yang buruk. Sering terjadi perang antara kedua kerajaan tersebut dan saling memperebutkan wilayah kekuasaan. Ada dugaan bahwa Kerajaan Janggala hancur karena di serang Pangjalu. Sangat mungkin Kerajaan Pangjalu itu Kadiri yang berpusat di Daha.
Kerajaan Kadiri yang berpusat di Daha mengalami perkembangan. Sedang Kerajaan Janggala tidak diketahui keberadaannya. Tertulis di beberapa prasasti dan kitab-kitab kuno raja-raja yang memerintah Kerajaan Kadiri. Mulai dari Jayawarsa hingga raja terakhir yaitu kertajaya. Kertajaya dikalahkan oleh Ken Angrok (Ken Arok) raja dari Kerajaan Singhasari dan berakhirlah masa Kerajaan Kadiri.
SARAN
Kerajaan Kadiri adalah bukti kejayaan tanah Jawa di masa lalu. Hal itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Jawa dan bangsa Indonesia. Mempelajari dan menjaga peninggalan Kerajaan Kadiri dan peninggalan masa lalu akan memperkokoh kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karena itu saya memberi sa-ran kepada:
• Pemerintah
Lebih memperketat payung hukum tentang peninggalan masa lalu termasuk kera-jaan Kadiri. UU RI No. 11 Tahun 2010 (tentang cagar budaya) harus di lak-sanakan dengan prosedur yang lebih baik. Sehingga kelestarian cagar budaya akan terjaga dan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin serta bisa mensejahterakan masyarakat.
• Pelajar atau akademisi
Pelajar atau akademisi harusnya mempelajari sejarah kejayaan bangsa-bangsa Indonesia terdahulu. Dengan begitu mereka dapat belajar dari sejarah dan bisa di-jadikan pelajaran untuk masa depannya. Juga dapat membentuk kepribadian dan identitasnya sebagai penerus bangsa yang pernah berjaya di tanah Jawa ataupun di Indonesia pada masa lalu.
• Masyarakat
Banyak peninggalan yang di temukan oleh masyarakat. Apabila mereka tidak be-gitu mengerti tentang peninggalan itu akan dibiarkan begitu saja. Karena bagi mereka itu tidak berharga. Masyarakat seharusnya mengetahui sejarahnya dan peninggalan (cagar budaya) yang sangat berharga. Dengan masyarakat yang mempunyai pengetahuan tentang sejarah di masa lampau diharapkan agar bisa membantu pemerintah dan menjaga kelestarian cagar budaya.
DAFTAR RUJUKAN
Purwadi. 2007. Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik. Medan: Pujakesuma.
Soejono, R.P. dan Leirissa R.Z. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai
Purwadi. 2007. Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik. Medan: Pujakesuma.
Soejono, R.P. dan Leirissa R.Z. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai
Pustaka.
Suparto, Peni. 2005. Wasiat Mpu Tantular: Kumpulan Artikel Sejarah, Budaya, dan
Suparto, Peni. 2005. Wasiat Mpu Tantular: Kumpulan Artikel Sejarah, Budaya, dan
Lingkungan. Yogyakarta: Jendela dan Ratu Aksara Tumapel.
Mantap
BalasHapusGJ
BalasHapusCkup mnrik.
BalasHapusThnks gilang.
BalasHapuskalau bisa disertai dengan sumber pustakanya
BalasHapusKalau bisa disertai dengan sumber pustakanya.
BalasHapuskalau bisa disertai dengan sumber pustakanya.
BalasHapusOke, ditunggu...
BalasHapusmasih dalam tahap penambahan...