A. Latar
Belakang Geografis Terbentuknya Peradaban Lembah Sungai Nil
Daerah ibu kota Mesir sekarang
yakni kairo memang daerah dulunya ada piramida-piramida dibangun. Inilah daerah
pusat yang mencerminkan pola dasar politik perekonomian Mesir sejak dahulu.
Tugas ekonomi mesir adalah membagi kebutuhan secara merata kepada seluruh
pelosok lembah sungai Nil. Lokasi yang terisolasikan ini memerlihatkan bahwa
sampai tahun 1500 SM sebenarnya belum ada politik luar negeri (Daldjoeni,
1982:60).
Alam geografis mesir banyak
berpengaruh terhadap perkembangan Peradaban lembah sungai Nil. Hal inilah yang
menjadi pembentuk cara berpikir, dan watal serta keadaan rohani penduduknya.
Corak pengahayatan rohani mereka, terbukti dari ide bahwa kerajaan maut
letaknya dibarat tak hanya beranalogi dengan tempat matahari terbenam,
tapi juga sesuai dengan kekerasan dan kesulitan hidup di daerah gurun sebelah barat. Waktupun harus dibagi secara sistematis mengikuti irama banjir sungai nil, seperti dalam hal pertanian dibagi menjadi tiga periode yaitu masa banjir, masa tanam, masa panen (Daldjoeni, 1982:61).
tapi juga sesuai dengan kekerasan dan kesulitan hidup di daerah gurun sebelah barat. Waktupun harus dibagi secara sistematis mengikuti irama banjir sungai nil, seperti dalam hal pertanian dibagi menjadi tiga periode yaitu masa banjir, masa tanam, masa panen (Daldjoeni, 1982:61).
Penduduk Mesir sebenarnya tidak homogen, hanya terdiri
dari tiga ras. yaitu ras Mediteranian,
Negroid, dan Cromagnoid.
Sepertinya kontak budaya Mesir dengan budaya Mesopotamia sudah ada dan
bentuknya yaitu budaya proto. Bahasa Mesir dalam segala zaman selalu ada
hubungannya dengan bahasa Semit dan Hamit. Tetapi karena terisolasi
masing-masing berkembang menjadi bahasa baru yang khas dengan tulisan yang khas
pula (Daldjoeni, 1982:61). Jelas bahwa lingkungan alam, ras, dan unsur bahasa
di mesir memberikan pengertian yang mendasar tentang kondisi-konsisi penting
dari kebudayaan Mesir serta perkembangannya.
Revolusi pertanian
mengakibatkan Mesir menjadi suatu wilayah yang maju dan menciptakan suatu
peradaban. Pada mulanya yang menjadi wilayah ibukota kerajaan lama adalah
Memphis, dan dipindah ke Thebes atau Thebe pada kerajaan pertengahan dan baru
(Men, 2000:5). Berikut gambaran wilayah Mesir Kuno.
Gambar 1.1 Peta Mesir Kuno
Sumber
(Men, hal 5)
Sedangkan
Soepratignya dan Sumartini (1995:7) menjelaskan bahwa pada zaman Mesir Tua
(3400—2100 SM), pusat kerajaannya berada di Thinis atau dimuara sungai Nil.
Rajanya disebut Pharao atau Fir’aun dan yang terkenal Chufu (2500
SM). Meluaskan wilayahnya sampai lembah Yordan. Kemudian zaman Mesir Madya atau
pertengahan (2100—1700 SM) pusatnya pindah ke pedalaman Thebe. Dan dizaman
Sesotris III (1880 SM) dipindah ke Memphis. Sekitar tahun 1800—1600 SM Mesir
dikuasai oleh bangsa Asia atau Hyksos, dan pada tahum 1600 SM bangsa Mesir
berhasil mengusir Hyksos serta dimulailah zaman Mesir Baru (1600—325 SM).
Berikut gambaran wilayah Mesir dan pusat-pusat kebudayaannya.
Sumber
(Daldjoeni, hal 55)
Ada perbedaan mengenai perpindahan pusat kerajaan
Mesir mulai dari zaman Mesir Tua sampai Zaman Mesir Baru antara Soepratignyo
dan Men. Soepratignyo dan Sumartini menyebutkan bahwa awal pusat kerajaan atau
peradaban berada di daerah Thinis lalu dipindah ke Thebe dan pada akhirnya
dipindah lagi ke Memphis. Men berpendapat lain, pusat awalnya ada di Memphis
lalu dipindah ke Thebes. Sedangkan Daldjoeni (1982:56) hanya menyebut kota
Thebe dan Memphis. Jadi kemungkinan besar perpindahan ini hanya dari Memphis ke
Thebe atau sebaliknya. Namun menurut Beag (1952:7) menjelaskan bahwa raja dari
Mesir Utara (Memphis) menaklukkan Mesir selatan (Thebe).
B. Gambaran
Umum Mengenai Peradaban yang Berkembang di Lembah Sungai Nil
Hubungan yang terjadi antara
manusia dengan lingkungannya akan menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan ini dapat
menjadi salah satu upaya dalam menyesuaikan diri manusia tersebut dengan
lingkungannya. Dalam materi ini kebudayaan akan terbagi menjadi kebudayaan
material dan imaterial. Kebudayaan material adalah kebudayaan yang nyata
bentuknya dapat langsung dilihat secara fisik seperti artefak dan bangunan
sedangkan kebudayaan imaterial adalah kebudayaan yang tidak secara fisik
langsung dapat dilihat namun dapat dirasakan akibat dari adanya budaya itu
seperti ilmu pengetahuan dan kepercayaan.
Peradaban Mesir Kuno antara
lain, mengenal tulisan yang disebut Hieroglyp
(berbentuk gambar), bangunan pyramid,
sphink, dan mumy. Dalam
perkembangannya timbul huruf hieratik yang
digunakan pendeta, sedang demotik
digunakan rakyat Pyramid dikerjakan puluhan tahun oleh para budak atau tawanan
perang diperuntukan pharao yang telah meninggal dalam bentuk mumi (mayat
diawetkan). Letaknya jauh dari keramaian, dipadang pasir dan yang terkenal
makam Chufu disebut pyramid Cheops. Didekat pyramid terdapat patung penjaga
yaitu Sphink, singa berkepala manusia. Sebelum adanya dan pyramid makam
diatasnya diberi tumpukan batu, disebut mustaba. (Soepratignyo,1995:7).
Sumber (https://www.google.com/ wilkipedia)
Spink sendiri merupakan
bangunan untuk makam para raja dimana bentuknya sebagai berikut yaitu berkepala
manusia dan berbadan singa. Spink ini juga sekaligus sebagai semacam legitimasi
bagi kekuasaan Raja Firaun.
Sumber
(www.google.com/ wilkipedia)
Selain
itu juga ada beberapa peninggalan lainnya seperti gagang pisau dari
Jebel El Arak. Dimana lukisan yang terdapat pada gagang pisau dari
gading menceritakan pendaratan musuh-musuh dari Timur, yang jika dilihat
dari tipe-tipe perahunya kemungkinan berasal dari Mesopotamia.
Peristiwa pendaratan ini diperkirakan th 3400 SM bertempat di El Kosseir
di tepi Laut Merah. Setelah melalui wadi Hammat dan Kota Koptos mereka
sampai ke Lembah Nil. Sejak itu Mesir diperintah oleh para Farao dan
peradaban maju pesat.
Pendeta
Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho, mengelompokan garis keturunan firaun
yang panjang dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem ini masih
digunakan hingga hari ini. Ia memilih untuk memulai sejarah resminya
melalui raja yang bernama "Meni" (atau Menes dalam bahasa Yunani), yang
dipercaya telah menyatukan kerajaan Mesir Hulu dan Hilir (sekitar 3200
SM). Transisi menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih
bertahap, berbeda dengan apa yang ditulis oleh penulis-penulis Mesir
Kuno, dan tidak ada catatan kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli
kini meyakini bahwa figur "Menes" mungkin merupakan Narmer, yang
digambarkan mengenakan tanda kebesaran kerajaan pada pelat Narmer yang
merupakan simbol unifikasi.
Pada
Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat
kekuasaan mereka terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di
Memphis. Dengan ini, firaun dapat mengawasi pekerja, pertanian, dan
jalur perdagangan ke Levant yang penting dan menguntungkan.. Peningkatan
kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal dilambangkan
melalui mastaba (makam) yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar
mayat di Abydos, yang digunakan untuk merayakan didewakannya firaun
setelah kematiannya. Institusi kerajaan yang kuat dikembangkan oleh
firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah, pekerja, dan
sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_Kuno)
Sumber
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_Kuno)
Kebudayaan tidak hanya bersifat bangunan namun juga berupa pengetahuan
tentang bercocok tanam yaitu dengan mengenal sisitem perhitungan menurut
peredaran matahari dan sistem meningkat
dengan mengetahui sistem penanggalan bahwa dalam satu tahun ada 360 hari serta
ilmu ukur (matematika). Dengan matematika inilah mereka dapat membuat denah
pyramid serta ukuran batu-batu pyramid yang berbentuk persegi dan rata-rata
beratnya satu ton. Batu batu tersebut kemudian disusun berbentuk kerucut dan di
dalamnya penuh dengan lorong dan ruangan. Selain itu mereka juga sempat maju
dalam ilmu sosial dan politik.
Dalam penanggalan Mesir Kuno
satu tahun ada 360 hari. Tahun baru dirayakan pada bulan Juli yakni hari
permulaan banjirnya sungai Nil. Tanggal ini bertepatan dengan munculnya kembali
di langt bintang Sofis (Syrus). Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan yang
panjanganya masing-masing ada 30 hari. Pada akhir tahun diadakan 5 hari
tambahan sehingga setahun menjadi 355 hari. Tiap empat bulan mewujudkan suatu
musim khusus masa banjir , masa tanam (project), masa tua (sjomu). Menurut
penelitian Ed Mayer penanggalan Mesir kuno dipakai sejak 19 Juli 4241 SM. (Daldjoeni,1982:64)
Sistem
penanggalan ini diperngaruhi juga karena ada beberapa bagian masyarakat yang
bebas dari kerja keras sehingga mereka dikhususkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknik sesuai dengan bakat dan prestasi mereka.
C. Hubungan
Kondisi Geografis Lembah
Sungai Nil dengan Perkembangan Peradaban Lembah Sungai
Nil
Daldjoeni (1982:62) menjelaskan bahwa tempat lahirnya
peradaban manusia memang berada di lembah sungai besar, para peneliti peradaban
memang menekankan pada pentingnya kondisi-kondisi geografis dan klimatologis
dari wilayah tersebut, namun nampaknya kurang tepat jika penyebab alami dari
lahirnya peradaban besar khusus dicari dari faktor sungai. Sungai Nil memunyai
latar belakang alami yang cukup baik untuk terjadinya permukiman permanen,
alasannya karena:
1.
Adanya
sungai besar dengan luapan airnya secara periodik (tahunan) memberikan
kesuburan yang berupa lumpur dan menyediakan lahan pertanian yang sangat baik.
2.
Tersedianya
banyak hewan liar, baik binatang mamalia, unggas dan lain sebagainya.
3.
Adanya
langit subtropika yang tak berawan sepanjang tahun. Manusia lalu menyelidiki
aneka ragam benda-benda langit dan dihubungkan dengan kegiatan pertanian. Lalu
kemudian muncul ilmu astronomi dan ilmu pasti yang mendorong penemuan-penemuan
lain.
Sifat suatu bangsa serta
budayanya terutama ditentukan oleh keadaan bumi dimana bangsa tersebut
bertempat tinggal, keadaan tanah, cara khas bertanah dan hasil pertaniannya,
seluk beluk iklim dan
permusimannya, luas areal pertanian, semuanya itu menentukan pembangunan bidang
ekonomi dan politik suatu bangsa. Serta menentukan irama hidup, gaya hidup dan
sebagian besar tabiat manusia (Daldjoeni, 1982:54).
Herodotus dalam Daldjoeni
(1982:54) mengatakan bahwa kemajuan Mesir adalah berkat kehadirannya dilembah
sungai Nil. Peradaban Nil menurut ia adalah suatu hadiah dari sungai Nil.
Negeri ini terbagi atas tiga bagian. Lembah Nil atas yang sempit, bagian Delta
yang lebar, dan daerah gurun dengan oase-oasenya yang mengapit sungai Nil.
Permasalahan di Mesir dulu dan
sekarang sama yakni rumah tangga air. Tanah-tanah yang tak kena luapan banjir
Nil harus diirigasikan sehingga bertambahlah persediaan pangan bagi penduduk.
Keberhasilan teknologi irigasi inilah yang menarik penduduk baru di lembah
sungai Nil.
Masyarakat Mesir kuno sudah
mengenal peternakan hewan. Hewan yang diternak antara lain biri-biri, kambing,
babi, antilop, kambing hutan, itik, angsa, dan ayam. Sedangkan pertaniannya
menghasilkan gandum, sayuran, bawang merah, zaitun, anggur (Daldjoeni,
1982:56-57).
Pada zaman Neolitikum antara
negeri Mesir dan gurun Lybia yang ada disebelah baratnya sudah ada kontak
budaya. Pada masa itu hujan masih cukup banyak dan letak air tanah lebihlah
tinggi daripada sekarang. Dengan demikian yang ada bukanlah gurun pasir sebagai
mana nampak sekarang, akan tetapi gurun stepa yang hijau juga (Daldjoeni,
1982:58).
Serbuan dari arah barat gurun
Lybia seringkali dijumpai, karena pada waktu itu gurunnya tidak segersang
sekarang. Serbuan ini ternyata ada manfaatnya, hal itu menambah pengetahuan
baru. Mungkin hal inilah yang membuat peradaban lembah sungai Nil menjadi
kompleks. Sedangkan gurun disebalah timurmesir memunyai arti lain. Disana ada
jalan kafilah melalui Koptos dan Wadi Hammat
menuju ke Kosseir yang terletak
di tepi Laut Merah. Berdasarkan lukisan dinding di oase-oase, sejak zaman
prasejarah jalan tersebut sudah ada dan dipakai untuk mengangkut kekayaan alam.
Gurun sebelah timur ini menghasilkan banyak kekayaan alam diantaranya emas,
batu, dan hewan ternak (Daldjoeni,
1982:58-60)
Kluckhon (1953:507-523) dalam
Koentjaraningrat (2002:203-204) menjelaskan bahwa unsur-unsur kebudayaan atau
peradaban ada tujuh unsur, yaitu: sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem
mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, bahasa, religi
(kepercayaan), dan kesenian.
Soetjipto (1997:68-690) menjelaskan bahwa perwujudan
dan persebaran peradaban dan kebudayan dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis
(lingkungan geografis). Adapun yang memengaruhi perwujudan dan persebaran
peradaban dan kebudayaan manusia yaitu:
1.
Kondisi
fisis diantaranya bentuk bumi, bentuk dan luas daratan, air di daratan dan
lautan, kandungan mineral dan tanah, cuaca dan iklim.
2.
Bentuk
hidup yang meliputi manusia, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.
3.
Tindakan
manusia terhadap lingkungan geografis yang meliputi kebudayaan materiil,
matapencaharian, efisiensi, dan kebutuhan manusia yang lebih tinggi.
Dari penjelasan tujuh unsur
kebudayaan dan faktor-faktor geografis yang memengaruhi perwujudan dan
persebaran peradaban ataupun kebudayaan, dapat kita kaji peradaban lembah
sungai Nil sebagai berikut:
1.
Peralatan
Masyarakat Mesir sudah mampu membuat rakit.
Biasanya digunakan untuk batu bahan Piramida dari hulu sungai Nil (Beag,
1952:10). Berdasarkan temuan patung-patung dan relief-relief di dalam piramida,
sudah tentu masyarakat Mesir sudah mengenal seni pahat. Dan juga telah mampu
melebur emas dan membentuknya seperti yang ingin dibuat dengan menggunakan
pola. Hal ini berdasarkan penemuan baju mumi yang memakai emas dan bertopeng
emas serta peti mati yang terbuat dari emas (Beag, 1952:25).
Pakaian masyarakat terlihat dari lukisan
peninggalan peradaban lembanh sungai Nil. Ciri pakaiannya hanya dari pinggang
ke bawah, sedangkan bagian pinggang keatas tidak ditutupi apapun. Mungkin
karena cuaca panas sehingga bagian pinggang keatas tidak ditutupi. Kecuali
perempuan yang ditutupi dengan kain seperti yang terdapat dalam gambar dibawah
ini.
pakaian mayarakat Mesir Kuno
Sumber (google.com)
2.
Mata
pencaharian dan sistem ekonomi
Masyarakat
sudah mengenal sistem peternakan, pertanian, dan perburuan dan hal itu
berhubungan dengan adat-istiadatnya (Daldjoeni, 1982:61). Hewan yang diternak
antara lain biri-biri, kambing, babi, antilop, kambing hutan, itik, angsa,
ayam. Sedangkan pertaniannya menghasilkan gandum, sayuran, bawang merah,
zaitun, anggur (Daldjoeni, 1982:56-57).
3.
Sistem
kemasyarakatan
Men (2000: 6) menjelaskan bahwa masyarakat Mesir dikelompokkan dalam beberapa
golongan. Yang paling atas ditempati Raja atau Fir’aun, dibawahnya ada golongan
pemerintahan, lapisan dibawahnya lagi ialah golongan pertengahan, golongan
petani, golongan hamba (budak). Golongan pemerintahan terdiri dari, Pendeta,
dan Bangsawan. Para pendeta memegang peranan penting karena Mesir adalah
kerajaan yang berpusat pada agama. Sedangkan bangsawan memimpin masing-masing
wilayah sebagai gubernur, pegawai istana, dan pemungut pajak. Golongan
pertengahan terdiri dari pedagang, seniman, tabib. Sedangkan golongan petani
hidup dengan kesederhanaan dan 2/3 dari hasil panennya diserahkan kepada
kerajaan. Sedangkan golongan hamba biasanya adalah tawanan perang dan termasuk
golongan terendah dalam struktur masyrakat di Mesir. Pada peradaban Mesir,
posisi perempuan sangat dihormati karena peran mereka sebagai ibu dan memiliki
hak berdagang.
Gambar 1.7 Struktur Masyarakat Mesir Kuno
Sumber: (Men, hal 6)
4.
Bahasa
atau tulisan
Tulisan Hieroglif
yang berbentuk gambar diciptakan oleh pendeta dan biasanya digunakan untuk
menulis di kuil tentang harta dan upacara keagamaan. Pada awalnya ditulis
diatas kayu dan batu tetapi berubah dan ditulis diatas lembaran pohon Papyrus.
Tulisan ini baru bisa ditafsirkan pada tahun 1822 oleh Champoleon (Men, 2000:6).
Terlihat sekali pengaruh alam dalam tulisan hieroglif ini. Banyak hurufnya yang
menyerupai binatang seperti burung atau unggas, ikan, tumbuhan dll.
Sumber (zeithmind.blogspot.com)
Sepertinya kontak
budaya Mesir dengan budaya Mesopotamia sudah ada dan bentuknya yaitu budaya
proto. Bahasa Mesir dalam segala zaman selalu ada hubungannya dengan bahasa Semit dan Hamit. Tetapi karena terisolasi masing-masing berkembang menjadi
bahasa baru yang khas dengan tulisan yang khas pula (Daldjoeni, 1982:61).
5.
Kesenian
Nasehat-nasehat wakil Fir’aun dibukukan
menjadi pedoman hidup masyarakat Mesir dan merupakan sumber inspirasi
kesusasteraan Mesir kuno. Seni ukir juga terdapat di kuil Abu Simbel yaitu
patung Ramses II.
Seni bangun, seperti piramida, kuil dan
istana serta seni rupa, seperti pahat dan lukis berkembang mencapai puncaknya.
Salah satu seni bangun Mesir kuno yang sampai sekarang masih terkenal adalah
Piramida Mesir. Para sarjana mencatat tidak kurang dari 30 piramida yang telah
ditemukan tapi hanya 3 buah di wilayah Giza yang relatif masih lengkap.
Piramida besar Cheops (makam Chufu),
tingginya 480 kaki, atau kira-kira 14,5 meter lebar 750 kaki atau kira-kira 25
Meter. Piramida ini dibangun diatas tanah seluar hampir 5 Ha. Untuk
membangunnya diperlukan 2,3 juta batu dalam bentuk balok yang masing-masing
balok beratnya 2,5 ton. Bagian dalam piramida yang tersusun dari batu kapur
berwarna kekuning-kuningan itu terdapat dua bilik (bilik untuk makam raja dan
untuk makam ratu). Makam ini juga dibangun dari tumpukan batu-batu yang disebut
Mastaba.
6.
Sistem
pengetahuan
Ed. Mayer
dalam Daldjoeni (1982:64) menjelaskan bahwa ilmu Astronomi sudah dikenal oleh
masyarakat pendukung peradaban lembah sungai Nil. Hal ini dapat diketahui dari
penemuan kalender, yang diperkirakan mulai dipakai sejak 19 Juli 4241 SM.
Untuk keperluan pertanian dan mengatur
penyaluran banjir, maka dibuatlah penanggalan sjamsiah (matahari) dan jugs mengenal tahun kabisat tiap empat tahun sekali (Soeroto, 1954:12). Kalender Mesir Kuno ini terdiri dari 12 bulan dan
setiap bulan terdapat 30 hari. Di akhir tahun ditambah 5 hari sehingga satu
tahun kalender Mesir kuno menjadi 365 hari. Tahun baru dirayakan pada bulan
juli (thout), yakni permulaan banjirnya sungai Nil. Tanggal ini bertepatan
dengan munculnya kembali bintang Sotis (Syrius) di langit (Daldjoeni, 1982:64).
Sumber (Daldjoen
halaman 64)
Dapat kita ketahui bahwa
penanggalan Mesir Kuno dipengaruhi oleh kondisi alam yang ada di lembah sungai
Nil, terlihat dari pembagian bulan menjadi tiga bagian, yaitu: Echet (banjir),
Projet (masa tanam), Sjomoe (masa panen). Tentunya pengetahuan tentang
penanggalan sangat lama proses yang cukup lama dan masyarakat Mesir mencari
gejala-gejala alam seperti peredaran bintang, matahari, dan keadaan alam.
Ilmu pengetahuan
dan tehnik tidak terlepas kedudukannya dari kepercayaan, kedudukan iman pun
naik, setelah mereka mampu membuktikan kemampuan mereka dalam meramalkan
panenan berdasarkan pengetahuan kalender (Daldjoeni, 1982:64). Selain itu masyarakat pendukung
peradaban lembah sungai Nil sudah mengenal matematika, pembangunan peramida
membutuhkan perhitungan yang tepat sehingga tercipta piramida yang sangat indah.
7.
Agama
Agama yang muncul
dilembah sungai Nil atau Mesir, dipengaruhi oleh alam. Manusia melihat binatang
lalu memroyeksikan kekuatan-kekuatan gaib pada binatang tersebut. Misalnya,
burung (kemampuan terbang), singa (lambang kekuatan fisik), buaya (keganasan
menyerbu musuh), ular (serba rahasia, membahayakan, cerdik), burung ibis
(lambang kearifan) (Daldjoeni, 1982:62-63).
Karena
hal-hal tersebut, maka Dewa diberi badan yang menyerupai binatang, seprti:
sekmet (badan wanita, tetapi berkepala singa), sobek (berbadan buaya), amun
(raja dari segala Dewa, berkepala kambing liar) (Daldjoeni, 1982:64).
Bangsa Mesir
menganut Polytheistis atau percaya pada banyak Dewa. Di negeri yang panas
dimana hampir tidak pernah turun hujan, sudah tentu mereka memuja matahari.
Maka induk Dewa ialah Ra atau Dewa Matahari. Selain itu mereka juga mengenal
Dewa-dewa lain. Seperti Osiris dewa yang mengadili setelah meninggal, Dewa Isis
yaitu Dewa Bulan (Soeroto, 1954:11-12).
Jika Herodotus menyebutkan
bahwa peradaban Mesir itu adalah hadiah dari sungai Nil. Glauville memberikan
faktor tambahan berupa langit subtropika yang terang. Sedangkan Cottrell masih
melengkapi lagi dengan adanya apitan gurun (Daldjoeni. 1982:65).
D. Runtuhnya
Peradaban Lembah
Sungai Nil Ditinjau Dari Letak Geografisnya
Kemunduran dari peradaban
mesir kuno memiliki banyak faktor. Faktor yang terlihat adalah terdapat faktor
dari dalam dan dari luar. Salah satu faktor kemunduran dari dalam adalah ketika
pemerintahan pusat makin merosot, sehingga timbul pelbagai gejolak didalam
negara. Raja-raja yang termasyhur pada zaman ini di antaranya Khufu, Kefre, dan
Menkaure. Setelah raja-raja tersebut meninggal, kondisi keamanan di Mesir
menjadi lemah, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kepercayaan rakyat
bahwa raja adalah keturunan dewa.
Seiring dengan meningkatnya
kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis dan pejabat berpendidikan, yang diberikan
tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa mereka. Firaun juga memberikan
tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk
memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup
untuk memuja firaun setelah kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima
abad berlangsungnya praktik-praktik feudal pelan-pelan mengikis kekuatan
ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai pemerintahan terpusat yang
besar. Dengan berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang disebut
nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya
kekeringan besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM, sehingga Mesir Kuno
memasuki periode kelaparan dan perselisihan selama 140 tahun yang dikenal
sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.
Setelah pemerintahan pusat
Mesir runtuh pada akhir periode Kerajaan Lama, pemerintah tidak lagi mampu
mendukung atau menstabilkan ekonomi negara. Gubernur-gubernur regional tidak
dapat menggantungkan diri kepada firaun pada masa krisis. Kekurangan pangan dan
sengketa politik meningkat menjadi kelaparan dan perang saudara berskala kecil.
Penguasa terakhir Kerajaan
Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di
wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan
pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan
meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa
dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai
wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir adalah Hyksos. Bangsa
Hyksos dari Asia dengan menggunakan kuda Dan kereta perang mendesak bangsa
mesir asli Dan mendirikan kerajaan di Awaris (1800-1600 SM)(Soepratignyo dan
Sumartini, 1995:7).
Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya
kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan, imigran Asia yang tinggal di kota Avaris
mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah pusat mundur ke Thebes. Di
sanam firaun diperlakukan sebagai vasal dan diminta untuk membayar upeti.
Antara tahun 671 hingga
667 SM, bangsa Asiria mulai menyerang Mesir. Masa kekuasaan raja Kush,
Taharqa, dan penerusnya, Tanutamun, dipenuhi dengan konflik melawan Asiria.
Akhirnya, bangsa Asiria berhasil memukul mundur Kush kembali ke Nubia. Mereka
juga menduduki Memphis dan menjarah kuil-kuil di Thebes.
Meskipun telah terus berusaha
memenuhi tuntutan warga, dinasti Ptolemeus tetap menghadapi berbagai tantangan,
seperti pemberontakan, persaingan antar keluarga, dan massa di Iskandariyah
yang terbentuk setelah kematian Ptolemeus IV. Lebih lagi, bangsa Romawi memerlukan
gandum dari Mesir, dan mereka tertarik akan situasi politik di negeri Mesir.
Pemberontakan yang terus berlanjut, politikus yang ambisius, serta musuh yang
kuat di Suriah membuat kondisi menjadi tidak stabil, sehingga bangsa Romawi
mengirim tentaranya untuk mengamankan Mesir sebagai bagian dari kekaisarannya.
Keasaan tersebut berlangsung
terus sampai 31 sebelum Masehi, ketika Mesir ditaklukkan oleh kerajaan Romawi
yang wilayahnya meliputi seluruh negeri yang beradab di sekeliling Laut Tengah
yang merupakan lautan dunia pada masa itu(Daldjoeni, 54:1982). August berhasil mengalahkan Mark Antony dan
Ratu Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium. Romawi sangat memerlukan gandum
dari Mesir, dan legiun Romawi, di bawah kekuasaan Praefectus yang ditunjuk oleh
kaisar, memadamkan pemberontakan, memungut pajak yang besar, serta mencegah
serangan bandit. Dengan demikian Mesir menjadi jajahan Romawi, pengganti Yunani
sampai kedatangan Islam pada 642 M (Soepratignyo dan Sumartini, 1995:7).
Kesimpulan dari penjelasan
kemunduran peradaban Mesir Kuno diatas adalah Perpecahan di tubuh Kerajaan
Mesir sebagian besar diakibatkan oleh perpecahan di antara kalangan bangsawan
yang berdampak pada ketidakstabilan Mesir. Sebab lain kemunduran perdaban Mesir
Kuno adalah politik, yaitu karena ekspansi dari kerajaan-kerajaan lain yang
berasal dari Asia atau suku suku di Asia, Hingga akhirnya Kekaisaran
Romawi pada sekitar abad ke-31 SM yang tertarik dengan kekayaan alam Mesir
dan posisinya ikut merebut kerajaan mesir kuno
Selain itu juga terdapat
faktor alam. Sebagaimana banyak gejala alam, Nil pun dapat merupakan siksaan
atau berkah. Kalau luapan tahunannya tinggi, aliran sungai yang meluas itu
menimbulkan malapetaka, bila luapannya terlalu rendah, air pemberi kehidupan
itu tidak mencapai daerah pinggiran sehingga lebih sedikitlah tanah yang dapat
ditanami dan makanan pun tidak melimpah lagi. Kalau luapan rendah ini terjadi
dalam beberapa tahun secara berturut-turut maka akan terjadi bencana kelaparan.
Keadaan Sungai Nil yang demikian ini, bisa jadi merupakan penyebab kemunduran
peradaban Mesir Kuno di bawah pimpinan Fir’aun selama ribuan tahun yang berhasil mempertahankan kekuasaannya atas
Mesir (walaupun sempat diselingi oleh kekuasaan dari beberapa bangsa sekitarnya
yang berhasil mengambil alih kekuasaan).
DAFTAR RUJUKAN
Beag, V.D. dkk. 1952. Panggung Peristiwa Sejarah Dunia. Djakarta: Djambatan
Daldjoeni, N. 1982. Geografi Kesejarahan I: Peradaban Dunia. Bandung: Alumni.
Koentjaraningrat. 2002: Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Men, L.H. 2000. Sejarah
Peradaban Dunia.______: CV Ananda
Soepratignyo & Sri
Sumartini. 1995. Sejarah Asia Barat daya. Malang: IKIP Malang.
Soetjipto. 1997. Geografi
Kebudayaan. Malang: IKIP Malang.
Soeroto. 1954. Indonesia
Ditengah-tengah Dunia dari Abad ke-Abad.
Djakarta: Djambatan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_Kuno) diunduh tanggal
25 Februari 2014 jam 18.05 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar