PERADABAN LEMBAH SUNGAI NIL DI MESIR: SUATU KAJIAN GEOHISTORI


A.      Latar Belakang Geografis Terbentuknya Peradaban Lembah Sungai Nil
Daerah ibu kota Mesir sekarang yakni kairo memang daerah dulunya ada piramida-piramida dibangun. Inilah daerah pusat yang mencerminkan pola dasar politik perekonomian Mesir sejak dahulu. Tugas ekonomi mesir adalah membagi kebutuhan secara merata kepada seluruh pelosok lembah sungai Nil. Lokasi yang terisolasikan ini memerlihatkan bahwa sampai tahun 1500 SM sebenarnya belum ada politik luar negeri (Daldjoeni, 1982:60).
Alam geografis mesir banyak berpengaruh terhadap perkembangan Peradaban lembah sungai Nil. Hal inilah yang menjadi pembentuk cara berpikir, dan watal serta keadaan rohani penduduknya. Corak pengahayatan rohani mereka, terbukti dari ide bahwa kerajaan maut letaknya dibarat tak hanya beranalogi dengan tempat matahari terbenam,
tapi juga sesuai dengan kekerasan dan kesulitan hidup di daerah gurun sebelah barat. Waktupun harus dibagi secara sistematis mengikuti irama banjir sungai nil, seperti dalam hal pertanian dibagi menjadi tiga periode yaitu masa banjir, masa tanam, masa panen (Daldjoeni, 1982:61).
Penduduk Mesir sebenarnya tidak homogen, hanya terdiri dari tiga ras. yaitu ras Mediteranian, Negroid, dan Cromagnoid. Sepertinya kontak budaya Mesir dengan budaya Mesopotamia sudah ada dan bentuknya yaitu budaya proto. Bahasa Mesir dalam segala zaman selalu ada hubungannya dengan bahasa Semit dan Hamit. Tetapi karena terisolasi masing-masing berkembang menjadi bahasa baru yang khas dengan tulisan yang khas pula (Daldjoeni, 1982:61). Jelas bahwa lingkungan alam, ras, dan unsur bahasa di mesir memberikan pengertian yang mendasar tentang kondisi-konsisi penting dari kebudayaan Mesir serta perkembangannya.
Revolusi pertanian mengakibatkan Mesir menjadi suatu wilayah yang maju dan menciptakan suatu peradaban. Pada mulanya yang menjadi wilayah ibukota kerajaan lama adalah Memphis, dan dipindah ke Thebes atau Thebe pada kerajaan pertengahan dan baru (Men, 2000:5). Berikut gambaran wilayah Mesir Kuno.
Gambar 1.1 Peta Mesir Kuno
Sumber (Men, hal 5)
Sedangkan Soepratignya dan Sumartini (1995:7) menjelaskan bahwa pada zaman Mesir Tua (3400—2100 SM), pusat kerajaannya berada di Thinis atau dimuara sungai Nil. Rajanya disebut Pharao atau Fir’aun dan yang terkenal Chufu (2500 SM). Meluaskan wilayahnya sampai lembah Yordan. Kemudian zaman Mesir Madya atau pertengahan (2100—1700 SM) pusatnya pindah ke pedalaman Thebe. Dan dizaman Sesotris III (1880 SM) dipindah ke Memphis. Sekitar tahun 1800—1600 SM Mesir dikuasai oleh bangsa Asia atau Hyksos, dan pada tahum 1600 SM bangsa Mesir berhasil mengusir Hyksos serta dimulailah zaman Mesir Baru (1600—325 SM). Berikut gambaran wilayah Mesir dan pusat-pusat kebudayaannya.
Gambar 1.2 Peta Mesir Kuno
Sumber (Daldjoeni, hal 55)
Ada perbedaan mengenai perpindahan pusat kerajaan Mesir mulai dari zaman Mesir Tua sampai Zaman Mesir Baru antara Soepratignyo dan Men. Soepratignyo dan Sumartini menyebutkan bahwa awal pusat kerajaan atau peradaban berada di daerah Thinis lalu dipindah ke Thebe dan pada akhirnya dipindah lagi ke Memphis. Men berpendapat lain, pusat awalnya ada di Memphis lalu dipindah ke Thebes. Sedangkan Daldjoeni (1982:56) hanya menyebut kota Thebe dan Memphis. Jadi kemungkinan besar perpindahan ini hanya dari Memphis ke Thebe atau sebaliknya. Namun menurut Beag (1952:7) menjelaskan bahwa raja dari Mesir Utara (Memphis) menaklukkan Mesir selatan (Thebe).

B.       Gambaran Umum Mengenai Peradaban yang Berkembang di Lembah Sungai Nil
Hubungan yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya akan menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan ini dapat menjadi salah satu upaya dalam menyesuaikan diri manusia tersebut dengan lingkungannya. Dalam materi ini kebudayaan akan terbagi menjadi kebudayaan material dan imaterial. Kebudayaan material adalah kebudayaan yang nyata bentuknya dapat langsung dilihat secara fisik seperti artefak dan bangunan sedangkan kebudayaan imaterial adalah kebudayaan yang tidak secara fisik langsung dapat dilihat namun dapat dirasakan akibat dari adanya budaya itu seperti ilmu pengetahuan dan kepercayaan.
Peradaban Mesir Kuno antara lain, mengenal tulisan yang disebut Hieroglyp (berbentuk gambar), bangunan pyramid, sphink, dan mumy. Dalam perkembangannya timbul huruf hieratik yang digunakan pendeta, sedang demotik digunakan rakyat Pyramid dikerjakan puluhan tahun oleh para budak atau tawanan perang diperuntukan pharao yang telah meninggal dalam bentuk mumi (mayat diawetkan). Letaknya jauh dari keramaian, dipadang pasir dan yang terkenal makam Chufu disebut pyramid Cheops. Didekat pyramid terdapat patung penjaga yaitu Sphink, singa berkepala manusia. Sebelum adanya dan pyramid makam diatasnya diberi tumpukan batu, disebut mustaba. (Soepratignyo,1995:7).
Gambar 1.3 Piramyd
Sumber (https://www.google.com/ wilkipedia)
Spink sendiri merupakan bangunan untuk makam para raja dimana bentuknya sebagai berikut yaitu berkepala manusia dan berbadan singa. Spink ini juga sekaligus sebagai semacam legitimasi bagi kekuasaan Raja Firaun.

Gambar1.4 Spink
Sumber (www.google.com/ wilkipedia)
Selain itu juga ada beberapa peninggalan lainnya seperti gagang pisau dari Jebel El Arak. Dimana lukisan yang terdapat pada gagang pisau dari gading menceritakan pendaratan musuh-musuh dari Timur, yang jika dilihat dari tipe-tipe perahunya kemungkinan berasal dari Mesopotamia. Peristiwa pendaratan ini diperkirakan th 3400 SM bertempat di El Kosseir di tepi Laut Merah. Setelah melalui wadi Hammat dan Kota Koptos mereka sampai ke Lembah Nil. Sejak itu Mesir diperintah oleh para Farao dan peradaban maju pesat.
Pendeta Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho, mengelompokan garis keturunan firaun yang panjang dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem ini masih digunakan hingga hari ini. Ia memilih untuk memulai sejarah resminya melalui raja yang bernama "Meni" (atau Menes dalam bahasa Yunani), yang dipercaya telah menyatukan kerajaan Mesir Hulu dan Hilir (sekitar 3200 SM). Transisi menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih bertahap, berbeda dengan apa yang ditulis oleh penulis-penulis Mesir Kuno, dan tidak ada catatan kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli kini meyakini bahwa figur "Menes" mungkin merupakan Narmer, yang digambarkan mengenakan tanda kebesaran kerajaan pada pelat Narmer yang merupakan simbol unifikasi.
Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat kekuasaan mereka terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di Memphis. Dengan ini, firaun dapat mengawasi pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke Levant yang penting dan menguntungkan.. Peningkatan kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal dilambangkan melalui mastaba (makam) yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di Abydos, yang digunakan untuk merayakan didewakannya firaun setelah kematiannya. Institusi kerajaan yang kuat dikembangkan oleh firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah, pekerja, dan sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno. (http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_Kuno)

Gambar 1.5 Pelat Nama
Sumber (http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_Kuno)
Kebudayaan tidak hanya bersifat bangunan namun juga berupa pengetahuan tentang bercocok tanam yaitu dengan mengenal sisitem perhitungan menurut peredaran matahari dan sistem  meningkat dengan mengetahui sistem penanggalan bahwa dalam satu tahun ada 360 hari serta ilmu ukur (matematika). Dengan matematika inilah mereka dapat membuat denah pyramid serta ukuran batu-batu pyramid yang berbentuk persegi dan rata-rata beratnya satu ton. Batu batu tersebut kemudian disusun berbentuk kerucut dan di dalamnya penuh dengan lorong dan ruangan. Selain itu mereka juga sempat maju dalam ilmu sosial dan politik.
Dalam penanggalan Mesir Kuno satu tahun ada 360 hari. Tahun baru dirayakan pada bulan Juli yakni hari permulaan banjirnya sungai Nil. Tanggal ini bertepatan dengan munculnya kembali di langt bintang Sofis (Syrus). Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan yang panjanganya masing-masing ada 30 hari. Pada akhir tahun diadakan 5 hari tambahan sehingga setahun menjadi 355 hari. Tiap empat bulan mewujudkan suatu musim khusus masa banjir , masa tanam (project), masa tua (sjomu). Menurut penelitian Ed Mayer penanggalan Mesir kuno dipakai sejak 19 Juli 4241 SM. (Daldjoeni,1982:64)
            Sistem penanggalan ini diperngaruhi juga karena ada beberapa bagian masyarakat yang bebas dari kerja keras sehingga mereka dikhususkan untuk mengembangkan ilmu dan teknik sesuai dengan bakat dan prestasi mereka.
C.      Hubungan Kondisi Geografis Lembah Sungai Nil dengan Perkembangan Peradaban Lembah Sungai Nil
Daldjoeni (1982:62) menjelaskan bahwa tempat lahirnya peradaban manusia memang berada di lembah sungai besar, para peneliti peradaban memang menekankan pada pentingnya kondisi-kondisi geografis dan klimatologis dari wilayah tersebut, namun nampaknya kurang tepat jika penyebab alami dari lahirnya peradaban besar khusus dicari dari faktor sungai. Sungai Nil memunyai latar belakang alami yang cukup baik untuk terjadinya permukiman permanen, alasannya karena:
1.      Adanya sungai besar dengan luapan airnya secara periodik (tahunan) memberikan kesuburan yang berupa lumpur dan menyediakan lahan pertanian yang sangat baik.
2.      Tersedianya banyak hewan liar, baik binatang mamalia, unggas dan lain sebagainya.
3.      Adanya langit subtropika yang tak berawan sepanjang tahun. Manusia lalu menyelidiki aneka ragam benda-benda langit dan dihubungkan dengan kegiatan pertanian. Lalu kemudian muncul ilmu astronomi dan ilmu pasti yang mendorong penemuan-penemuan lain.
Sifat suatu bangsa serta budayanya terutama ditentukan oleh keadaan bumi dimana bangsa tersebut bertempat tinggal, keadaan tanah, cara khas bertanah dan hasil pertaniannya, seluk beluk iklim dan permusimannya, luas areal pertanian, semuanya itu menentukan pembangunan bidang ekonomi dan politik suatu bangsa. Serta menentukan irama hidup, gaya hidup dan sebagian besar tabiat manusia (Daldjoeni, 1982:54).
Herodotus dalam Daldjoeni (1982:54) mengatakan bahwa kemajuan Mesir adalah berkat kehadirannya dilembah sungai Nil. Peradaban Nil menurut ia adalah suatu hadiah dari sungai Nil. Negeri ini terbagi atas tiga bagian. Lembah Nil atas yang sempit, bagian Delta yang lebar, dan daerah gurun dengan oase-oasenya yang mengapit sungai Nil.
Permasalahan di Mesir dulu dan sekarang sama yakni rumah tangga air. Tanah-tanah yang tak kena luapan banjir Nil harus diirigasikan sehingga bertambahlah persediaan pangan bagi penduduk. Keberhasilan teknologi irigasi inilah yang menarik penduduk baru di lembah sungai Nil.
Masyarakat Mesir kuno sudah mengenal peternakan hewan. Hewan yang diternak antara lain biri-biri, kambing, babi, antilop, kambing hutan, itik, angsa, dan ayam. Sedangkan pertaniannya menghasilkan gandum, sayuran, bawang merah, zaitun, anggur (Daldjoeni, 1982:56-57).
Pada zaman Neolitikum antara negeri Mesir dan gurun Lybia yang ada disebelah baratnya sudah ada kontak budaya. Pada masa itu hujan masih cukup banyak dan letak air tanah lebihlah tinggi daripada sekarang. Dengan demikian yang ada bukanlah gurun pasir sebagai mana nampak sekarang, akan tetapi gurun stepa yang hijau juga (Daldjoeni, 1982:58).
Serbuan dari arah barat gurun Lybia seringkali dijumpai, karena pada waktu itu gurunnya tidak segersang sekarang. Serbuan ini ternyata ada manfaatnya, hal itu menambah pengetahuan baru. Mungkin hal inilah yang membuat peradaban lembah sungai Nil menjadi kompleks. Sedangkan gurun disebalah timurmesir memunyai arti lain. Disana ada jalan kafilah melalui Koptos dan Wadi Hammat menuju ke Kosseir yang terletak di tepi Laut Merah. Berdasarkan lukisan dinding di oase-oase, sejak zaman prasejarah jalan tersebut sudah ada dan dipakai untuk mengangkut kekayaan alam. Gurun sebelah timur ini menghasilkan banyak kekayaan alam diantaranya emas, batu, dan  hewan ternak (Daldjoeni, 1982:58-60)
Kluckhon (1953:507-523) dalam Koentjaraningrat (2002:203-204) menjelaskan bahwa unsur-unsur kebudayaan atau peradaban ada tujuh unsur, yaitu: sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, bahasa, religi (kepercayaan), dan kesenian.
Soetjipto (1997:68-690) menjelaskan bahwa perwujudan dan persebaran peradaban dan kebudayan dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis (lingkungan geografis). Adapun yang memengaruhi perwujudan dan persebaran peradaban dan kebudayaan manusia yaitu:
1.      Kondisi fisis diantaranya bentuk bumi, bentuk dan luas daratan, air di daratan dan lautan, kandungan mineral dan tanah, cuaca dan iklim.
2.      Bentuk hidup yang meliputi manusia, tumbuh-tumbuhan, dan  hewan.
3.      Tindakan manusia terhadap lingkungan geografis yang meliputi kebudayaan materiil, matapencaharian, efisiensi, dan kebutuhan manusia yang lebih tinggi.
Dari penjelasan tujuh unsur kebudayaan dan faktor-faktor geografis yang memengaruhi perwujudan dan persebaran peradaban ataupun kebudayaan, dapat kita kaji peradaban lembah sungai Nil sebagai berikut:
1.      Peralatan
Masyarakat Mesir sudah mampu membuat rakit. Biasanya digunakan untuk batu bahan Piramida dari hulu sungai Nil (Beag, 1952:10). Berdasarkan temuan patung-patung dan relief-relief di dalam piramida, sudah tentu masyarakat Mesir sudah mengenal seni pahat. Dan juga telah mampu melebur emas dan membentuknya seperti yang ingin dibuat dengan menggunakan pola. Hal ini berdasarkan penemuan baju mumi yang memakai emas dan bertopeng emas serta peti mati yang terbuat dari emas (Beag, 1952:25).
Pakaian masyarakat terlihat dari lukisan peninggalan peradaban lembanh sungai Nil. Ciri pakaiannya hanya dari pinggang ke bawah, sedangkan bagian pinggang keatas tidak ditutupi apapun. Mungkin karena cuaca panas sehingga bagian pinggang keatas tidak ditutupi. Kecuali perempuan yang ditutupi dengan kain seperti yang terdapat dalam gambar dibawah ini.
Gambar 1.6 Peninggalan lukisan yang menggambarkan
pakaian mayarakat Mesir Kuno
Sumber (google.com)
2.      Mata pencaharian dan sistem ekonomi
Masyarakat sudah mengenal sistem peternakan, pertanian, dan perburuan dan hal itu berhubungan dengan adat-istiadatnya (Daldjoeni, 1982:61). Hewan yang diternak antara lain biri-biri, kambing, babi, antilop, kambing hutan, itik, angsa, ayam. Sedangkan pertaniannya menghasilkan gandum, sayuran, bawang merah, zaitun, anggur (Daldjoeni, 1982:56-57).
3.      Sistem kemasyarakatan
Men (2000: 6) menjelaskan bahwa masyarakat Mesir dikelompokkan dalam beberapa golongan. Yang paling atas ditempati Raja atau Fir’aun, dibawahnya ada golongan pemerintahan, lapisan dibawahnya lagi ialah golongan pertengahan, golongan petani, golongan hamba (budak). Golongan pemerintahan terdiri dari, Pendeta, dan Bangsawan. Para pendeta memegang peranan penting karena Mesir adalah kerajaan yang berpusat pada agama. Sedangkan bangsawan memimpin masing-masing wilayah sebagai gubernur, pegawai istana, dan pemungut pajak. Golongan pertengahan terdiri dari pedagang, seniman, tabib. Sedangkan golongan petani hidup dengan kesederhanaan dan 2/3 dari hasil panennya diserahkan kepada kerajaan. Sedangkan golongan hamba biasanya adalah tawanan perang dan termasuk golongan terendah dalam struktur masyrakat di Mesir. Pada peradaban Mesir, posisi perempuan sangat dihormati karena peran mereka sebagai ibu dan memiliki hak berdagang.
Gambar 1.7 Struktur Masyarakat Mesir Kuno
Sumber: (Men, hal 6)
4.      Bahasa atau tulisan
Tulisan Hieroglif yang berbentuk gambar diciptakan oleh pendeta dan biasanya digunakan untuk menulis di kuil tentang harta dan upacara keagamaan. Pada awalnya ditulis diatas kayu dan batu tetapi berubah dan ditulis diatas lembaran pohon Papyrus. Tulisan ini baru bisa ditafsirkan pada tahun 1822 oleh Champoleon (Men, 2000:6). Terlihat sekali pengaruh alam dalam tulisan hieroglif ini. Banyak hurufnya yang menyerupai binatang seperti burung atau unggas, ikan, tumbuhan dll.
Gambar 1.8 Tulisan Hieroglif
Sumber (zeithmind.blogspot.com)
Sepertinya kontak budaya Mesir dengan budaya Mesopotamia sudah ada dan bentuknya yaitu budaya proto. Bahasa Mesir dalam segala zaman selalu ada hubungannya dengan bahasa Semit dan Hamit. Tetapi karena terisolasi masing-masing berkembang menjadi bahasa baru yang khas dengan tulisan yang khas pula (Daldjoeni, 1982:61).
5.      Kesenian
Nasehat-nasehat wakil Fir’aun dibukukan menjadi pedoman hidup masyarakat Mesir dan merupakan sumber inspirasi kesusasteraan Mesir kuno. Seni ukir juga terdapat di kuil Abu Simbel yaitu patung Ramses II.
Seni bangun, seperti piramida, kuil dan istana serta seni rupa, seperti pahat dan lukis berkembang mencapai puncaknya. Salah satu seni bangun Mesir kuno yang sampai sekarang masih terkenal adalah Piramida Mesir. Para sarjana mencatat tidak kurang dari 30 piramida yang telah ditemukan tapi hanya 3 buah di wilayah Giza yang relatif masih lengkap.
Piramida besar Cheops (makam Chufu), tingginya 480 kaki, atau kira-kira 14,5 meter lebar 750 kaki atau kira-kira 25 Meter. Piramida ini dibangun diatas tanah seluar hampir 5 Ha. Untuk membangunnya diperlukan 2,3 juta batu dalam bentuk balok yang masing-masing balok beratnya 2,5 ton. Bagian dalam piramida yang tersusun dari batu kapur berwarna kekuning-kuningan itu terdapat dua bilik (bilik untuk makam raja dan untuk makam ratu). Makam ini juga dibangun dari tumpukan batu-batu yang disebut Mastaba.
6.      Sistem pengetahuan
Ed. Mayer dalam Daldjoeni (1982:64) menjelaskan bahwa ilmu Astronomi sudah dikenal oleh masyarakat pendukung peradaban lembah sungai Nil. Hal ini dapat diketahui dari penemuan kalender, yang diperkirakan mulai dipakai sejak 19 Juli 4241 SM.
Untuk keperluan pertanian dan mengatur penyaluran banjir, maka dibuatlah penanggalan sjamsiah (matahari) dan jugs mengenal tahun kabisat tiap empat tahun sekali (Soeroto, 1954:12). Kalender Mesir Kuno ini terdiri dari 12 bulan dan setiap bulan terdapat 30 hari. Di akhir tahun ditambah 5 hari sehingga satu tahun kalender Mesir kuno menjadi 365 hari. Tahun baru dirayakan pada bulan juli (thout), yakni permulaan banjirnya sungai Nil. Tanggal ini bertepatan dengan munculnya kembali bintang Sotis (Syrius) di langit (Daldjoeni, 1982:64).

Gambar 1.9 Kalender Mesir Kuno
Sumber (Daldjoen halaman 64)
Dapat kita ketahui bahwa penanggalan Mesir Kuno dipengaruhi oleh kondisi alam yang ada di lembah sungai Nil, terlihat dari pembagian bulan menjadi tiga bagian, yaitu: Echet (banjir), Projet (masa tanam), Sjomoe (masa panen). Tentunya pengetahuan tentang penanggalan sangat lama proses yang cukup lama dan masyarakat Mesir mencari gejala-gejala alam seperti peredaran bintang, matahari, dan keadaan alam.
Ilmu pengetahuan dan tehnik tidak terlepas kedudukannya dari kepercayaan, kedudukan iman pun naik, setelah mereka mampu membuktikan kemampuan mereka dalam meramalkan panenan berdasarkan pengetahuan kalender (Daldjoeni, 1982:64). Selain itu masyarakat pendukung peradaban lembah sungai Nil sudah mengenal matematika, pembangunan peramida membutuhkan perhitungan yang tepat sehingga tercipta piramida yang sangat indah.
7.      Agama
Agama yang muncul dilembah sungai Nil atau Mesir, dipengaruhi oleh alam. Manusia melihat binatang lalu memroyeksikan kekuatan-kekuatan gaib pada binatang tersebut. Misalnya, burung (kemampuan terbang), singa (lambang kekuatan fisik), buaya (keganasan menyerbu musuh), ular (serba rahasia, membahayakan, cerdik), burung ibis (lambang kearifan) (Daldjoeni, 1982:62-63).
Karena hal-hal tersebut, maka Dewa diberi badan yang menyerupai binatang, seprti: sekmet (badan wanita, tetapi berkepala singa), sobek (berbadan buaya), amun (raja dari segala Dewa, berkepala kambing liar) (Daldjoeni, 1982:64).
Bangsa Mesir menganut Polytheistis atau percaya pada banyak Dewa. Di negeri yang panas dimana hampir tidak pernah turun hujan, sudah tentu mereka memuja matahari. Maka induk Dewa ialah Ra atau Dewa Matahari. Selain itu mereka juga mengenal Dewa-dewa lain. Seperti Osiris dewa yang mengadili setelah meninggal, Dewa Isis yaitu Dewa Bulan (Soeroto, 1954:11-12).
Jika Herodotus menyebutkan bahwa peradaban Mesir itu adalah hadiah dari sungai Nil. Glauville memberikan faktor tambahan berupa langit subtropika yang terang. Sedangkan Cottrell masih melengkapi lagi dengan adanya apitan gurun (Daldjoeni. 1982:65).
D.      Runtuhnya Peradaban Lembah Sungai Nil Ditinjau Dari Letak Geografisnya
Kemunduran dari peradaban mesir kuno memiliki banyak faktor. Faktor yang terlihat adalah terdapat faktor dari dalam dan dari luar. Salah satu faktor kemunduran dari dalam adalah ketika pemerintahan pusat makin merosot, sehingga timbul pelbagai gejolak didalam negara. Raja-raja yang termasyhur pada zaman ini di antaranya Khufu, Kefre, dan Menkaure. Setelah raja-raja tersebut meninggal, kondisi keamanan di Mesir menjadi lemah, hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kepercayaan rakyat bahwa raja adalah keturunan dewa.
Seiring dengan meningkatnya kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis  dan pejabat berpendidikan, yang diberikan tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa mereka. Firaun juga memberikan tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memuja firaun setelah kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik feudal pelan-pelan mengikis kekuatan ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai pemerintahan terpusat yang besar. Dengan berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM, sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan perselisihan selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.
Setelah pemerintahan pusat Mesir runtuh pada akhir periode Kerajaan Lama, pemerintah tidak lagi mampu mendukung atau menstabilkan ekonomi negara. Gubernur-gubernur regional tidak dapat menggantungkan diri kepada firaun pada masa krisis. Kekurangan pangan dan sengketa politik meningkat menjadi kelaparan dan perang saudara berskala kecil.
Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir adalah Hyksos. Bangsa Hyksos dari Asia dengan menggunakan kuda Dan kereta perang mendesak bangsa mesir asli Dan mendirikan kerajaan di Awaris (1800-1600 SM)(Soepratignyo dan Sumartini, 1995:7).
Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan, imigran Asia yang tinggal di kota Avaris mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah pusat mundur ke Thebes. Di sanam firaun diperlakukan sebagai vasal dan diminta untuk membayar upeti.
Antara tahun 671 hingga 667 SM, bangsa Asiria mulai menyerang Mesir. Masa kekuasaan raja Kush, Taharqa, dan penerusnya, Tanutamun, dipenuhi dengan konflik melawan Asiria. Akhirnya, bangsa Asiria berhasil memukul mundur Kush kembali ke Nubia. Mereka juga menduduki Memphis dan menjarah kuil-kuil di Thebes.
Meskipun telah terus berusaha memenuhi tuntutan warga, dinasti Ptolemeus tetap menghadapi berbagai tantangan, seperti pemberontakan, persaingan antar keluarga, dan massa di Iskandariyah yang terbentuk setelah kematian Ptolemeus IV. Lebih lagi, bangsa Romawi memerlukan gandum dari Mesir, dan mereka tertarik akan situasi politik di negeri Mesir. Pemberontakan yang terus berlanjut, politikus yang ambisius, serta musuh yang kuat di Suriah membuat kondisi menjadi tidak stabil, sehingga bangsa Romawi mengirim tentaranya untuk mengamankan Mesir sebagai bagian dari kekaisarannya.
Keasaan tersebut berlangsung terus sampai 31 sebelum Masehi, ketika Mesir ditaklukkan oleh kerajaan Romawi yang wilayahnya meliputi seluruh negeri yang beradab di sekeliling Laut Tengah yang merupakan lautan dunia pada masa itu(Daldjoeni, 54:1982).  August berhasil mengalahkan Mark Antony dan Ratu Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium. Romawi sangat memerlukan gandum dari Mesir, dan legiun Romawi, di bawah kekuasaan Praefectus yang ditunjuk oleh kaisar, memadamkan pemberontakan, memungut pajak yang besar, serta mencegah serangan bandit. Dengan demikian Mesir menjadi jajahan Romawi, pengganti Yunani sampai kedatangan Islam pada 642 M (Soepratignyo dan Sumartini, 1995:7).
Kesimpulan dari penjelasan kemunduran peradaban Mesir Kuno diatas adalah Perpecahan di tubuh Kerajaan Mesir sebagian besar diakibatkan oleh perpecahan di antara kalangan bangsawan yang berdampak pada ketidakstabilan Mesir. Sebab lain kemunduran perdaban Mesir Kuno adalah politik, yaitu karena ekspansi dari kerajaan-kerajaan lain yang berasal dari Asia atau suku suku di Asia, Hingga akhirnya Kekaisaran Romawi pada sekitar abad ke-31 SM yang tertarik dengan kekayaan alam Mesir dan posisinya ikut merebut kerajaan mesir kuno
Selain itu juga terdapat faktor alam. Sebagaimana banyak gejala alam, Nil pun dapat merupakan siksaan atau berkah. Kalau luapan tahunannya tinggi, aliran sungai yang meluas itu menimbulkan malapetaka, bila luapannya terlalu rendah, air pemberi kehidupan itu tidak mencapai daerah pinggiran sehingga lebih sedikitlah tanah yang dapat ditanami dan makanan pun tidak melimpah lagi. Kalau luapan rendah ini terjadi dalam beberapa tahun secara berturut-turut maka akan terjadi bencana kelaparan. Keadaan Sungai Nil yang demikian ini, bisa jadi merupakan penyebab kemunduran peradaban Mesir Kuno di bawah pimpinan Fir’aun selama ribuan tahun yang  berhasil mempertahankan kekuasaannya atas Mesir (walaupun sempat diselingi oleh kekuasaan dari beberapa bangsa sekitarnya yang berhasil mengambil alih kekuasaan).


DAFTAR RUJUKAN

Beag, V.D. dkk. 1952. Panggung Peristiwa Sejarah Dunia. Djakarta: Djambatan
Daldjoeni, N. 1982. Geografi Kesejarahan I: Peradaban Dunia. Bandung: Alumni.
Koentjaraningrat. 2002: Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Men, L.H. 2000. Sejarah Peradaban Dunia.______: CV Ananda
Soepratignyo & Sri Sumartini. 1995. Sejarah Asia Barat daya. Malang: IKIP Malang.
Soetjipto. 1997. Geografi Kebudayaan. Malang: IKIP Malang.
Soeroto. 1954. Indonesia Ditengah-tengah  Dunia dari Abad ke-Abad. Djakarta: Djambatan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir_Kuno) diunduh tanggal 25 Februari 2014 jam 18.05 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages